YANG INDAH DARI AJARAN RAHASIA

Ada lebih dari cukup untuk setiap orang.....

Minggu, 31 Mei 2009

Laksanakan INPRES No.5 tahun 2004


Dalam rangka mensosialisasikan instruksi Presiden No.5 tahun 2004. Tim Investigasi KORMONEV GAKI, memasang baliho di beberapa tempat ruas jalan dan depan kantor DPP-GAKI.
Diharapkan sosialisasi ini membawa dampak yang besar demi terwujudnya Good Goverment.

Sabtu, 16 Mei 2009

KPU Kabupaten Sukamara Data Ulang Warga sebagai DPS Pilpres di 5 Desa


SUKAMARA- BM
Sesuai Undang-Undang No. 42 tahun 2008, tentang pemilu presiden dan wakil presiden, disebutkan bahwa daftar pemilih tetap pemilu legislatif digunakan sebagai DPS pemilu presiden dan wakil presiden. Karena itu, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukamara, bakal melakukan pendataan ulang,terhadap lima desa di dalam Kcamatan Sukamara.
Hal itu dilakukan, karena data pemilih di dalam lima desa tersebut, dianggap perlu perbaikan total oleh beberapa pihak. Berdasarkan rapat koordinasi antara KPU Sukamara, dengan pihak pemerintah Daerah Sukamara, Badan Pusat Statistik (BPS), Panwaslu Kabupaten Sukamara dan PPK Sukamara, serta aparatur penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan desa, disepakati akan dilakukan pendataan ulang.
Lima desa yang akan dilakukan pendataan ulang diantaranya Desa Mendawai, Desa Padang, Desa Karta Mulya, Desa Muntai dan Desa Petarikan.
“Sesuai undang-undang memang yang dipergunakan sebagai DPS pilpres, adalah DPT pemilu legislatif 9 April lalu. Namun, karena beberapa pihak menganggap perlu adanya perbaikan total di beberapa desa, maka kami sepakati untuk dilakukan perbaikan. Dan pihak Disdukcapil maupun BPS, juga akan berperan dalam pendataan ini,” ujar Ketua KPU Sukamara, Baslinda Dasanita, kemarin (6/5).
Untuk menghindari adanya duplikasi pendataan oleh petugas kata dia, pihak KPU berinisiatif, dengan menggunakan sticker bertanda, telah terdaftar sebagai pemilih di setiap rumah penduduk yang telah didaftar oleh petugas.
Diakuinya, memang terdapat beberapa kendala dalam pemutakhiran data. Diantaranya adalah jadwal yang sangat pendek, yaitu deadline pengumuman DPS ditetapkan pada 11-17 Mei. Sedangkan dari DPS itu harus telah ditetapkan sebagai DPT, selambatnya pada tanggal 24 Mei 2009.
Selain itu juga, standar kompensasi bagi petugas pemutakhiran, juga tidak memadai untuk diterapkan di wilayah Kabupaten Sukamara, dibandingkan dengan besarnya tanggung jawab kerja para petugas yang dituntut bekerja secara ekstra.
Disebutkan, upaya untuk mewujudkan keakuratan DPT pilpres ini, selain dengan cara memaksimalkan kinerja petugas yang melibatkan RT/RW, juga memerlukan peran serta seluruh masyarakat, untuk berperan aktif memantau DPS yang akan diumumkan pada 11 mei nanti.
Sementara itu, pihak BPS Sukamara menilai, bahwa waktu yang disediakan dalam mengolah DPT ini sangatlah minim. Menurutnya, untuk menyiapkan data semacam itu memerlukan waktu satu hingga dua tahun.
“Pengalaman kami di statistik, mengolah data kependudukan memerlukan data satu hingga dua tahun. Sehingga kami menilai, bahwa waktu yang disediakan untuk persiapan pemutakhiran data ini sungguh sangat minim,” jelas staf BPS Sukamara, Gita Waluya. (TIM)

Senin, 11 Mei 2009

Mutasi Bukan Menyingkirkan Pejabat


PANGKALAN BUN – BM
Bupati Kobar H Ujang Iskandar menegaskan, proses mutasi atau rolling jabatan di lingkungan Pemkab Kobar, merupakan upaya pengembangan wawasan dan pendewasaan berfikir dari personel yang dimutasi. Artinya mutasi jabatan itu jangan diartikan sebagai upaya menyingkirkan seseorang dari jabatan yang dijalani sebelumnya.
Menurut Ujang, tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses mutasi jabatan tersebut adalah membangun pemahaman personel melalui penghayatan akan mekanisme tugas, meskipun mutasi itu akan menghadapkan seseorang pada tugas dan tempat yang baru. “Untuk itu dalam setiap acara pelantikan dalam jabatan struktural, selalu saya tegaskan agar pegawai dapat memahami makna dari setiap mutasi yang dilakukan,” jelas Bupati Ujang, dalam sambutannya pada acara Pelantikan Sekretaris Daerah, Pejabat Strukturan Eselon II, III, IV, Sekretaris KPU Kobar serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Aula Antakusuma Pangkalan Bun Rabu (6/5).
Lebih lanjut Ujang mengatakan, kegiatan pengangkatan dan pemindahan dari dan dalam jabatan struktural merupakan bagian dari kehidupan organisasi, dalam rangka pemantapan dan peningkatan kapasitas kelembagaan.
“Proses ini juga, merupakan bagian dari pola pembinaan karir PNS dalam rangka upaya penyegaran dan peningkatan kinerja, untuk itu pelantikan ini harus dilihat dari sudut pandang kepentingan organisasi,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Ujang juga menjelaskan, parameter utama yang digunakan dalam penempatan pegawai dalam suatu jabatan dilakukan melalui pertimbangan kapasitas, kompetensi, integritas, loyalitas, moralitas, pangkat dan nilai pengabdian serta komitmen terhadap tugas dan tanggung jawab kepada negara dan pemerintah.
“Dalam konteks ini, mutasi pejabat harus dimaknai sebagai suatu penugasan dan secara lebih bijak merupakan suatu amanah,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Ujang sekaligus melantik Sekda yang baru, Akhmad Ridwansyah, serta 147 pejabat struktural yang terdiri dari 10 posisi Eselon II, 34 eselon III, 103 Eselon IV serta 2 Penyidik Pegawai Negri Sipil. (TIM)

Pemadaman Listrik Kembali Terulang


PANGKALAN BUN – BM
Pemadaman listrik di Kota Pangkalan Bun, Kumai dan sekitarnya kembali terulang lagi. Padahal untuk mengatasi pemadaman listrik, pemerintah daerah sudah berupaya, memberikan subsidi, melalui dana APBD tahun 2008 secara bertahap. Jumlahnya mencapai Rp 8,7 miliar untuk pembelian mesin genset.
Tetapi kenyataannya setelah berjalan selama enam bulan, kondisi listrik di Kota Pangkalan Bun, Kumai dan sekitarnya, masih sama. Terjadi pemadaman secara bergiliran. Namun pemadaman bergilir tidak lama seperti dulu. Pemadaman bergilir dilakukan oleh PLN Pangkalan Bun kurang lebih satu jam lebih atau kurang dari dua jam.
Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan warga. “Mengapa sudah ada penambahan mesin genset baru, masih terjadi pemadaman listrik,” tanya Abdul Hadi pemilik SPBU di Pangkalan Bun. Menurut Abdul Hadi sudah cukup maksimal, pemerintah mengorbankan dana APBD, demi kepentingan masyarakat dan semua pihak. Dijelaskanya ketergantungan masyarakat dengan listrik sangat vital. Pasalnya listrik tak hanya untuk penerangan, tetapi berbagai macam usaha industri dan keterampilan, serta kebutuhan elektronik lainnya.
“Pemadaman listrik cenderung mengganggu atau menghambat usaha serta perkembangan usaha masyarakat. Kalau akan terjadi pemadaman kami minta PT PLN transparan, bersikap tegas, dan bila perlu pemadaman bergilir tersebut diumumkan, melalui surat edaran secara resmi, atau diumumkan lewat media massa, media elektronik lainnya seperti radio lokal, maksudnya agar tidak terjadi salah persepsi, antara masyarakat dengan pihak PLN, maupun dengan pemerintah daerah,” jelasnya.
Sebelumnya Bupati Kobar H Ujang Iskandar mengatakan, tidak bisa melakukan intervensi. Dia mengaktan, wewenang pemerintah daerah adalah hanya sebatas melakukan kordinasi, apabila ada masalah yang berkaitan dengan masyarakat. “Kendati demikian kita harus memaklumi, dan tetap berupaya agar kasus pemadaman listrik bergilir hanya swaktu waktu saja dan tidak selamanya terjadi,” jelas Ujang. (TIM)

Pelanggaran Amdal Adalah Kriminal


NANGA BULIK – BM
Minimnya perusahaan di wilayah Kabupaten Lamandau membuat dokumen analisis mengendai dampak lingkungan (Amdal) disesalkan banyak kalangan. Disinyalir para investor yang belum membuat Amdal, hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Arie Rompas SE mengatakan, hingga hari ini dokumen amdal hanya dijadikan sebagai pelengkap dari sebuah proses perizinan, karena amdal hanya dipandangan dari aspek administrasi saja.
Dokumen tersebut (Amdal, Red), bebernya, dianggap bukan manjadi aspek yang strategis dan pokok dalam proses pemanfaat sumberdaya alam dan pengelolaan ruang dan lingkungan hidup. Padalahal apabila dilihat dari dampak yang akan di timbulkan karena kesalahan pengelolaan lingkungan (amdal) berakibat fatal bagi kehidupan manusia bahkan mengancam nyawa manusia.
“Memang, apabila dilihat dari administrasi dan formalitas aturan yang berlaku dari proses pengajuan dokumen amdal dan perusahan yang melanggar amdal sulit untuk dikenai sanksi, kecuali perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat baku mutu lingkungan,” bebernya saat dikonfirmasi oleh beberapa media, kemarin.
Dan lagi-lagi sanksinya hanya sanksi administrasi yaitu perusahaan tersebut wajib memenuhi dokumen lingkungan hidup, sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang (UU) No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tapi lanjutnya, apabila dipandang dari sudut yang berbeda, justru masalahnya akan berbeda apabila perusahaan tersebut terbukti terjadi pencemaran dilingkungan usahanya. Dalam kasus seperti ini, perusahaan dan penyusun amdal bisa kena sanksi pidana.
Dalam UU 23/1997, urainya, ancamannya hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sampai Rp 750 juta, bahkan dalam draf perubahan undang-undang itu, yang saat ini sedang dibahas pemerintah dan DPR, ancaman dendanya bisa sampai Rp 5 miliar.
Lebih jauh Arie mengungkapkan, pada hakekatnya Analisis dampak lingkungan ini merupakan kajian ilmiah tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan yang menjadi bahan masukan untuk memutuskan apakah suatu usaha layak atau tidak.
Namun, fakta yang terjadi banyak usaha atau kegiatan yang berjalan bersamaan dengan kajian amdal.
"Harusnya amdal dulu, baru suatu usaha dimulai. Bahkan banyak perusahaan yang berjalan dan diterbitkan tanpa dokumen amdal, apalagi perusahaan di daerah yang jauh dari kontrol masyarakat dan pejabat daerah yang memberikan ijin yang hanya mengejar keuntungan,” ungkapnya.
Melihat kondisi ini, dari segala bentuk aspek kebijakan yang dikeluarkan daya dukung ekologi bukan menjadi hal yang penting bagi pemerintah di negeri ini, peraturan dibuat hanya untuk disiasati untuk di langgar.
Padahal faktanya, akibat salah pengeloalaan lingkungan mengakibatkan bencana yang bisa merengut nyawa manusia seperti kejadian di lumpur Lapindo, bencana Situ Gintung, kasus Newmont di teluk Buyat dan bencana banjir dan longsor yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan kesalahan pengelolaan lingkungan oleh usaha-usaha industri yang ekstraktif.
Karena dampaknya yang bisa menimbulkan pencemaran, bencana ekologis dan bahkan bisa menghilangkan nyawa orang lain, bahkan korbannya bisa mencapai ribuan orang.
“Melihat dampak dan cakupanya yang begitu luas akibat kesalahan pengelolaan lingkungan sehingga seharusnya pelanggar dokumen amdal merupakan tindakan kriminal yang harus kenai sanksi pidana yang berat,” ucapnya dengan serius.
Bupati Lamandau Marukan mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan Pemkab Lamandau, masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya taat melaksanakan ketentuan dibidang lingkungan hidup (LH). Padahal sesuai UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LH, setiap perusahaan wajib untuk memenuhi aturan yang ditentukan.
Bupati Marukan mengharapkan kepada instansi tekhnis seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), dan Dinas Pertambangan dan Energi (DIstamben), untuk segera melaksanakan program penataan dan pengawasan serta pengendalian pencemaran lingkungan.
“Progam dimaksud kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum lingkungan melalui pembentukan tim inspeksi gabungan, guna mengecek ketaatan perusahaan dalam melaksanakan semua ketentuan peraturan perundangan,” jelas Marukan.
Tim juga, lanjut Marukan, termasuk mengecek pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan pada setiap perusahaan yang ada di wilayah Bumi Bahaum Bakuba. tujuannya, agar tidak terjadi permasalahan lingkungan yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat dan daerah. (TIM)

30 Ribu Ha Lahan Hilang


NANGA BULIK (BM)
Pemkab Lamandau harus bertindak. Persoalan tata batas Lamandau-Sukamara jangan sampai merugikan Bumi Bahaum Bakuba. Sikap ngotot dan tidak mau menerima masukan yang diperlihatkan pihak Sukamara harus diimbangi dengan upaya lain yang menguntungkan daerah.
Terkait hal tersebut Bupati Lamandau Marukan mengatakan, Lamandau berpotensi kehilangan wilayah seluas 30 ribu hektar lebih, dan luas yang hilang tersebut diambil kabupaten Sukamara bila merujuk kepada tatabatas yang dikeluarkan UU nomor 5 Tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten di Kalteng.
Marukan menjelaskan, penangan Tata Batas antar Kabupaten di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah mengalami deadlock. Persoalan ini diserahkan kepada Tim Tata Batas Provinsi untuk memberi masukan kepada Gubernur sebagai bahan keputusan.
“Tim Tata Batas Pemerintah Kabupaten Lamandau telah memberikan data-data yang cukup sebagai bahan pembahasan di provinsi. Diharapkan keputusan yang dikeluarkan gubernur tidak merugikan kabupaten Lamandau, tentunya didasarkan fakta, dan data serta kondisi riil lapangan,” jelas Marukan.
Saat ini, ucap Marukan, seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah sedang menunggu hasil keputusan gubernur mengenai tata batas antar Kabupaten. “Sikap pemkab Sukamara ngotot. Tidak membuka celah negosiasi, hanya mengacu kepada batas dikeluarkan UU 5/2002, padahal ada klausulnya untuk ditinjau bila salah satu pihak merasa dirugikan,” urai Marukan.
Senada, Ketua DPRD Lamandau Mozes Pause mengungkapkan, daerah hendaknya menyiapkan bahan-bahan dan referensi, keterangan saksi, fakta historis dan fakta dilapangan untuk disampaikan kepada gubernur guna mendukung argumentasi yang disampaikan.
“Bahkan, kalau perlu meminta tim provinsi untuk turun kelapangan guna mencari fakta dan melihat kondisi riil. Terutama batas desa yang berbatasan langsung. Kalau mau kembali keasal, harus mencari batas kewedanaan Nanga Bulik,” beber Mozes.
Menurut pria yang juga dipercaya menjabat Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL) itu, batas yang dibuat dalam UU nomor 5/2002 hanya dibuat diatas meja untuk memenuhi persyaratan pemekaran. “Gubernur saja mengakui hal ini,” bebernya.
Diungkapkannya, saat sedang gencar-gencarnya mengurus pemekaran, ada beberapa desa di wilayah Sukamara yang berniat bergabung dengan kabupaten Lamandau. “Dulu, kecamatan Balai Riam ingin gabung dengan kita. Bahkan, sampai sekarangpun warga Balai Riam aksesnya mudah ke Lamandau ketimbang Sukamara,” ujarnya. (TIM)

Selasa, 05 Mei 2009



Perencanaan Sering Tercecer

SUKAMARA (BM)
Hasil pembangunan di Kabupaten Sukamara dinilai belum sepenuhnya sesuai keinginan masyarakat. Hal itu disebabkan adanya usulan perencanaan dari tingkat bawah yang tercecer saat sampai di tingkat atas.
Ketua Lembaga Pemantau Pemberdayaan Masyarakat kabupaten Sukamara Rahmat Junaedi menilai sebutan perencanaan dari bawah ke atas yang sering digembor-gemborkan masih hanya isapan jempol belaka.
Menurutnya, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan sampai saat ini masih pada tingkat penghargaan saja, dimana partisipasinya terhenti sampai pada sebuah usulan, sementara keputusan tetap pada tangan pemegang kekuasaan.
“Partisipasi masyarakat terhenti hanya sampai pada sebuah usulan, sementara keputusan tetap pada tangan pemegang kekuasaan yaitu, di tangan baik eksekutif maupun legislatif,” sebut Junaedi.
Sehingga, berakibat pada tingkat keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan musyarawarah perencanaan pembangunan rendah. Masyarakat juga jadi enggan karena usulannya belum tentu dapat memengaruhi proses penganggaran, karena usulan terdahulu pun belum direalisasikan. Jadi merasa percuma saja datang ke musrenbang.
Ia menilai saat pada tingkat bawah dinas-dinas sudah mulai terlibat dan dominan. Dinas atau SKPD dengan segala kelebihan sumberdaya mampu memberikan argumentasi baik secara substansi maupun secara teknis atas program yang diusulkan.
Sementara, bagi masyarakat selain kurang memahami proses musrenbang juga kurang menguasai substansi dari program-program yang diusulkan dinas tersebut.
Pemahaman partisipasi yang muncul dalam musrenbang adalah menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
“Masyarakat kurang menguasai substansi dari program-program yang diusulkan dinas-dinas. Pemahaman partisipasi pemerintah daerah yang muncul dalam musrenbang adalah menempatkan masyarakat sebagai pihak yang harus mendukung kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Mungkin keengganan pemerintah untuk melibatkan masyarakat karena memerlukan waktu yang cukup panjang dan biaya yang relatif cukup besar,” ujarnya.
Hal lain yang menyebabkan tidak pernah sinkronnya antara program dinas dan masyarakat adalah tidak adanya kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas program. Walaupun ada, kriteria yang digunakan dinas dan masyarakat berbeda.
Ia menilai, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa usulan program yang diajukan sebagai hasil musrenbang tidak selalu menjadi dasar bagi dinas/SKPD dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan pembangunan.
Dinas/SKPD cenderung kurang memperhatikan hasil-hasil musrenbang sebagai dasar dalam penentuan prioritas program dan kegiatan pembagunan.
Musrenbang hanya dipandang sebagai kegiatan bermusyawarah sehingga dokumen hasil musrenbang dengan sendirinya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak ada sanksi khusus yang jelas ketika pemerintah daerah tidak merealisasikan hasil-hasil musrenbang.
Di masa mendatang, perlu aturan tentang pelaksanaan musrenbang perlu mengatur secara jelas jumlah minimal persentase usulan hasil musrenbang yang harus ditindaklanjuti oleh dinas-dinas dalam menyusun Renja–SKPD dan RKA-SKPD.
“Prosesnya lebih diwarnai oleh pendekatan teknokratik dan politik. Konflik kepentingan mulai terasa dalam proses penyelarasan ini. Masyarakat tidak mempunyai kekuatan tawar untuk mempertahankan usulannya. Pada akhirnya, usulan dari bawah dan atas tidak pernah bermuara di satu titik, walaupun ada, hal tersebut hanyalah suatu ketidaksengajaan dimana usulan dari masyarakat kebetulan sama persis dengan usulan dari dinas. Mekanisme proses sinkronisasi dapat dilihat pada gambar dibawah,” pungkasnya..
Sementara itu, Plt Sekretaris Daerah Sukamara Imanuddin menyebutkan bahwa selama ini proses perencanaan pembangunan telah menerapkan berbagai pendekatan yang digunakan dalam proses perencanaan. Yaitu bottom-up, top-down, yang diharapkan menghasilkan suatu keluaran untuk dapat menjawab tujuan.(tim)

Belum Semua Perusahaan Miliki Amdal

NANGA BULIK (BM)
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Lamandau, Nielson R Nihin, menjelaskan, belum semua perusahaan taat memiliki amdal. Bahkan, ada perusahaan perkebunan yang baru mengajukan amdal, saat ini sudah produksi. Padahal, seharusnya amdal harus sudah dibuat saat ijin prinsip didapat.
“Yang terjadi, ijin prinsip dikantongi dan lahan dibuka. Aturannya, amdal diajukan begitu ijin prinsip didapat. Pembukaan lahan hanya didasarkan ijin prinsip tidak boleh dilakukan, namun yang terjadi hampir semua perusahaan hanya bermodalkan ijin prinsip sudah berani membuka lahan,” jelas Nielson R Nihin, dikantornya, kemarin (1/5).
Didalam amdal jelasnya, perusahaan harus menyediakan wilayah konservasi, pembukaan lahan harus dilakukan dalam jarak tertentu dari pinggir sungai. Namun yang terjadi, sulit menemukan areal konservasi, dan lahan dibuka sampai tepi sungai, bahkan rawapun ditimbun untuk ditanami.
Nielson memaparkan, tercatat hanya 12 perusahaan di wilayah Kabupaten Lamandau, yang sudah memiliki analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Ke-12 pemegang ijin amdal tersebut, terdiri 10 perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan dua perusahaan tambang bijih besi.
Menurutnya, ada tiga jenis amdal yang dikeluarkan yakni dikeluarkan pusat, provinsi dan kabupaten. Amdal harus dikeluarkan oleh komisi amdal, yang melakukan penelitian atas segala sesuatu yang diajukan.
Dibeberkannya, masih banyak perusahaan yang belum mengurus ijin amdal. Ada juga perusahaan yang proses amdalnya sedang dalam proses, namun terkendala rencana tata ruang dan tata wilayah (RTRW).
“Dokumen amdal terbuka untuk umum, karena memang diperuntukan bagi masyarakat dan siapa saja berhak mengetahuinya,” bebernya.
Sebelumnya, Bupati Lamandau Marukan, mengatakan, perusahaan yang beroperasi di Lamandau, harus mengantongi ijin amdal. Amdal bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
“Begitu juga terhadap ijin amdal yang diberikan, harus selalu dipantau perkembangannya,” jelas Marukan.
Sementara Hato, salah seorang penggiat dibidang lingkungan di wilayah Lamandau, mengatakan, perusahaan yang melakukan operasi disuatu wilayah, wajib memiliki persyaratan, yang diwajibkan ramah lingkungan. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, serta pemborosan sumbar daya alam.
“Pemberlakukan amdal dan persyaratan lainnya, harus secepatnya dilaksanakan. Bila sudah dilakukan, akan diketahui dampak yang ditimbulkan dari pembukaan suatu usaha, baik terhadap lingkungan alam, maupun masyarakat sekitar yang berdampingan dengan tempat usaha,” jelas Hato.
Dari data yang diterima Kapos dari BLH Lamandau, ke-12 perusahaan yang sudah mengantongi ijin amdal yakni PT Nirmala Agro Lestari, PT Satria Hupasarana, PT Gemareksa Mekarsari, PT First Lamandau Timber International (FLTI), PT Pilar Wana Persada, PT PT Sawit Multi Utama, PT Tanjung Sawit Abadi, PT Sawit Lamandau Raya, PT Taringin Perkasa, PT Mirza Pratama Putra, yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit.
Sedangkan perusahaan tambang yang sudah memiliki ijin amdal yakni PT Kapuas Prima Coal (KPC), dan PT Visi Hutani Lestari (VHL).(TIM)

Dana Rp 71,3 Juta Untuk Orientasi HTR

PANGKALAN BUN (BM)
Dana sebesar Rp 71,3 juta dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU) dianggarkan untuk orientasi dan inventarisasi potensi lahan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Desa Nanga Mua, Desa Sukarami, dan Kelurahan Pangkut, Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kobar seluas 4.500 hektare.
Kegiatan tersebut sebagai pencadangan lokasi HTR di Kabupaten Kobar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) nomor SK 114/Menhut-II/2008 seluas kurang lebih 11.942 hektare.
Dengan demikian, berarti dana yang terkuras untuk kegiatan orientasi dan inventarisasi di dua kecamatan masing-masing Arut Utara seluas 9.830 hektare dan Pangkalan Banteng 2.112 hektare tersebut, diprediksi mencapai Rp 250 juta lebih.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kobar Ir Irham Junaidi kepada wartawan, Rabu (29/4).
Disebutkan Irham. pencadangan lokasi HTR tersebut berlokasi di empat desa, yakni Nanga Mua, Sukareme, Gandis, dan Kerabu di Kecamatan Arut Utara dan Desa Amin Jaya Kecamatan Pangkalan Banteng.
Dijelaskan Irham, berdasarkan hasil pemeriksaan tim Dinas Kehutanan Kabupaten Kobar di lapangan bersama dengan ketua koperasi dan Kepala Desa Kerabu, hasil perhitungan pada peta bahwa luas wilayah yang diusulkan untuk dijadikan lokasi HTR yang berada di wilayah administrasi pemerintahan desa Kerabu seluas kurang lebih 6.576 hektare. Di antaranya seluas 2.000 hektare merupakan areal pencadangan HTR di Kabupaten Kobar. Sehingga luas areal yang diusulkan Koperasi Anugrah Alam Permai yang mendapat persertujuan Menteri Kehutanan RI seluas kurang lebih 4,576 hektare.
Dalam bahan laporan tim Dishut Kobar, berdasarkan pencadangan lokasi HTR terdapat areal yang masuk konsensi PT Korintiga Hutani seluas kurang lebih 103,31 hektare. Perbedaan ini, menurut Irham, disebabkan adanya dasar peta yang digunakan, dimana kegiatan orientasi batas menggunakan peta kerja PT Korintiga Hutani yang berbatasan langsung dengan Hutan Produksi yang dicadangkan sebagai sebagai HTR. (TIM)

Masyarakat Harapkan Perubahan Ekonomi Yang Lebih Baik

Jalan Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama diperkirakan akan berfungsi diakhir Tahun 2009
PANGKALAN BUN (BM)
Proyek pembangunan Jalan Pangkalan Bun-Kotawaringin Lama (Kolam), rupanya sudah ditunggu-tunggu oleh warga sejak lama. Sepertinya masyarakat yang ada didua tempat ini, sudah tidak sabar untuk menggunakan jalan tersebut.
Berdasarkan pantauan Berita Metro disekitar lokasi proyek, beberapa warga terlihat mulai sibuk mondar-mandir dengan berbagai kendaraan roda dua maupun roda empat. Tampaknya warga sudah tidak sabar untuk menggunakan jalan darat tersebut.
“Maunya sih cepat saja diselesaikan jalan ini, sebab kalau jalan ini sudah bisa digunakan, waktu perjalanan ke Kolam bisa lebih singkat, disamping itu biaya perjalanan juga akan lebih ringan” ungkap salah seorang warga yang bermukim disekitar proyek pembangunan.
Pada awalnya, proyek pembangunan jalan ini sebenarnya ditargetkan selesai pada Desember 2008 lalu. Namun karena faktor alam, target tersebut terpaksa molor. Penyebab utamanya adalah intensitas banjir yang terus meningkat, selama akhir 2008 lalu. Akibatnya, beberapa titik jalan mengalami kerusakan dan terputus. Sehingga proses pengerjaan jalan tersebut sempat terhenti.
Menurut Bupati Kobar, H Ujang Iskandar, Jalan Pangkalan Bun- Kolam, rencananya sudah bisa dilalui kendaraan pada tahun ini. “ Paling tidak akhir tahun ini, kendaraan roda dua sudah bisa lewat lah, dan kita berharap tidak ada lagi hambatan-hambatan dalam pembangunan ini” jelas Ujang Kepada Kapos di Pangkalan Bun beberapa waktu lalu. Proyek pembangunan jalan darat sepanjang 30-an kolometer itu, memang akan menjadi salah satu akses utama, yang menghubungkan Kota Pangkalan Bun dengan Kecamatan Kolam. Jalan ini diprediksi akan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat didua kecamatan itu. (tim)

STRATEGI MELAWAN KORUPSI


A. Latar Belakang Masalah.
Pada intinya korupsi adalah perbuatan imoral dari dorongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Seperti bentuk-bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, perbuatan korupsi termasuk salah satu kejahatan yang dikutuk masyarakat dan terus diperangi oleh pemerintah dengan seluruh aparatnya. Hal ini disebabkan karena akibat serta bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara, menghambat dan mengancam program pembangunan, bahkan dapat berakibat mengurangi partisipasi masyarakat dalam tugas pembangunan dan menurunnya kepercayaan rakyat pada jajaran aparatur pemerintah. Perbuatan korupsi terjadi dimana-mana, dan justru sering terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia . Hal tersebut disebabkan oleh belum mantapnya sistem administrasi keuangan dan pemerintahan, belum lengkapnya peraturan yang dimiliki, serta masih banyaknya ditemui celah-celah ketentuan yang merugikan masyarakat, lemahnya dan belum sempurna sistem pengawasan keuangan dan pembangunan, serta tingkat penggajian/pendapatan pegawai negeri yang rendah, disamping itu juga masih dijumpai beberapa kendala yang menyebabkan kurang efektifnya upaya-upaya pemberantasan korupsi, yang menyebabkan pemberantasan korupsi yang telah dilakukan belum mencapai hasil seperti yang diharapkan. Faktor yang merupakan kendala dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut, yang kita jumpai selama ini antara lain meliputi; belum memadainya sarana dan skill aparat penegak hukumnya, Kejahatan korupsi yang terjadi baru diketahui setelah memakan waktu yang lama, sehingga para pelaku telah memindahkan, menggunakan dan menghabiskan hasil kejahatan korupsi tersebut, yang berakibat upaya pengembalian keuangan negara relative sangat kecil, beberapa kasus besar yang penanganannya kurang hati-hati telah memberi dampak negative terhadap proses penuntutan perkaranya. Menurut definisi, korupsi adalah “menyalahgunakan kekuasaan kepercayaan untuk kepentingan pibadi”. Namun, korupsi dapat pula dilihat sebagai prilaku tidak mematuhi prinsip “mempertahankan jarak”, artinya, dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, apakah ini dilakukan di sektor swasta atau oleh pejabat public, hubungan pribadi atau keluarga. Korupsi menghambat pengembangan demokrasi, menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga publik dan penggunaan sumber daya secara optimal. Korupsi memupuk perilaku merahasiakan segala sesuatu dan penindasan. Pada akhirnya korupsi menutup kemungkinan bagi warga masyarakat yang paling lemah untuk menikmati pembangunan dan mutu kehidupan yang lebih tinggi. Seperti telah diketahui, korupsi menghasilkan pilhan-pilihan yang keliru. Korupsi mendorong persaingan penyuapan bukan persaingan mutu dan harga barang dan jasa, korupsi menghambat perkembangan pasar yang sehat. Terkadang korupsi menerabas batas-batas negara, perusahaan-perusahaan asing menyogok atau diperas oleh para pejabat suatu negara atau kedua-duanya , dimana suatu pemerintah dapat menggunakan cara-cara tidak terpuji untuk memaksa agar pemerintahan lain tunduk.
B. Rumusan Masalah. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Pemberantasan Korupsi” khususnya di Indonesia . Dimana pengaruh-pengaruh korupsi terhadap masyarakat dan individu sedemikian rumit dan aneka ragamnya sehingga kita hanya dapat memusatkan perhatian pada beberapa di antaranya yang mencolok antara lain korupsi yang dilakukan oleh pejabat aparatur pemerintahan ini, korupsi dilakukan bukan hal yang tabu lagi bagi mereka dan sudah bahagian dari kegiatan sehari-hari baik dimulai dari pejabat yang paling bawah sampai tingkat yang paling atas. Pada bahagian ini akan dibahas bagaimana peran penegak hukum dalam memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit bagi bangsa ini yang masih dilanda krisis sampai sekarang ini baik itu krisis moral yang hinggap pada pejabat pemerintahan yang hanya mementingkan diri sendiri, krisis ekonomi yang membuat rakyat ini sengsara hidup di dalam serba kekurangan, pengangguran terjadi dimana-mana akibat perusahaan tempat mereka bekerja gulung tikar alias bangkrut karena prusahaan tersebut tidak mampu lagi beroperasi, kemiskinan atau jumlah penduduk yang hidup miskin dan dibawah garis kemiskinan semakin meningkat dan merajalela, belum lagi ditambah krisis lain yang semakin membuat terpuruknya kondisi kebangsaan kita ini . Selain peran penegak hukum, akan dibahas juga peran lembaga-lembaga yang terkait dengan pemberantasan korupsi ini serta pokok-pokok bahasan lain, sehingga dalam penulisan ini menarik untuk dibahas dan diteliti lebih jauh seberapa urgennya tulisan ini.
C. Pembahasan dan Analisis. Pada bagian awal penulisan ini akan dijelaskan tentang batasan tindak pidana korupsi berdasarkan undang-undang No. 31 tahun 1999 jo.undang-undang No. 20 tahun 2001. Menurut Undang-undang No. 31 tahun 1999 jo No. 20 tahun 2001. berdasarkan pasal pasal yang telah diatur, korupsi dirumuskan ke dalam tujuh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Ketujuh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara.
2. Korupsi yang terkait dengan suap menyuap.
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan.
4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan…
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi.
Selain bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitkan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada undang-undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi .
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu.
4. Bank yang tidak memberikan keterangan tersangka.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor. [1][1]
Pada bahagian ini kita mencoba mengangkat sebuah kasus tentang tindak pidana korupsi, antara lain: “W salah seorang pejabat di sebuah lembaga negara dan telah ditunjuk menjadi ketua panitia atau penanggung jawab proyek pengadaan barang pada tahun 2004 di lembaga terebut. Pada akhir tahun anggaran, S selaku salah seorang pemeriksa di instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan telah ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas proses pengadaan barang yang telah dilakukan oleh W. Dalam melakukan pemeriksaan, S menemukan adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara. W mengetahui hal tersebut, lalu berusaha melakukan pendekatan kepada S dengan menawarkan uang sebesar Rp 300 juta dan menyampaikan keinginannya kepada S supaya temuan indikasi penyimpangan itu dihilangkan dari laporan hasil pemeriksaan. S melaporkan upaya pemberian uang tersebut kepada penyidik yang kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan perekaman terhadap pembicaraan W dengan S serta merekam proses pemberian uang yang dilakukan oleh W kepada S, Penyidik melakukan penangkapan.[2][2] Dari kasus itu W dikenakan dengan: pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 : 1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima pulh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) . “Setiap orang yang : a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tdak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.[3][3] Dari hasil studi kasus yang telah kita paparkan di atas mungkin di sini penulis akan mencoba memaparkan peranan dan strategi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsiØ Kebijakan-Kebijakan Umum Mengurangi Korupsi. Di antara kebijakan-kebijakan pemerintah yang umum itu yakni pertama, memilih pegawai, lazimnya kita membayangkan tugas memilih pegawai sebagai menemukan orang-orang yang secara teknis paling mampu untuk pekerjaan yang dihadapi. Kedua, mengubah imbalan dan hukuman, alasannya membuat para pegawai lebih tertarik bertindak produktif untuk melawan korupsi dan kurang tertarik terlibat dalam perilaku yang tidak halal. Ketiga, mengumpulkan informasi, atasan mempunyai informasi tentang apa yang dilakukan pegawai dan klien, dia barangkali mampu mencegah korupsi dengan meningkatkan suasana bahwa korupsi akan dideteksi dan dihukum. Keempat, mencoba untuk mengurangi peluang korupsi melalui perubahan organisasi, tujuannya adalah menghindari situasi dimana seorang pegawai mempunyai kekuasaan monopoli plus wewenang bertindak, tetapi dengan sedikit kemungkinan pertanggungjawaban. Kelima, mengubah sikap terhadap korupsi dengan kebijakan-kebijakan langsung yang mempengaruhi sikap agar tidak berbuat korupsi.[4][4]Ø Strategi Pelaksanaan Untuk Melawan Korupsi. Dalam melawan perkara tindak pidana korupsi bukanlah hal yang mudah, apalagi yang melakukan korupsi itu adalah pejabat pemerintahan yang mempunyai kekuasaan, maka dari itu dibutuhkan strategi pelaksanaan untuk melawan korupsi itu antara lain: a. Bedakanlah antara masalah “yang jelas tampak” dengan masalah yang “strategis”. Masalah yang tampak bagi seorang dokter adalah pengobatan mana (atau kebijakan mana) yang akan menolong pasien secara paling baik. Masalah adalah perkara bagaimana membujuk pasien agar mengikuti (melaksanakan) pengobatan itu. Distingsi yang sama berlaku dalam hal korupsi. Masalah-masalah yang nyata dalam melawan korupsi pada prinsipnya mencakup langkah-langkah sebagai berikut : o Menganalisis berbagai macam biaya (dan sejumlah manfaat yang mungkin) dari berbagai bentuk perilaku haram. o Rangkaikan teknik-teknik anti korupsi yang mungkin. o Renungkanlah manfaat-manfaat dalam rangka korupsi yang berkurang, dan biaya-biaya langsung maupun tak langsungnya, serta penerapan teknik anti korupsi atas bermacam-macam bidang. o Pilihlah kebijakan anti korupsi dan laksanakan itu sampai tahap dimana secara metamorfosis, manfaat-manfaat marginal berkurangnya korupsi sama dengan biaya-biaya marginal mengurangi korupsi itu. b. Binalah dukungan politik. Siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan oleh berbagai korupsi dan oleh berbagai langkah memerangi korupsi, bagaimana orang yang diuntungkan oleh kegiatan anti korupsi itu dibuat melihat akan manfaatnya dan mendukung kegiatan itu, dan membuat pengaruh politik mereka dirasakan orang lain, sebaliknya bagaimana orang-orang yang akan merugi dijaga agar tidak melihat kenyataan itu sebelumnya, atau agar pengaruh politik mereka dapat dinetralisir. c. Usahakan agar rakyat berada di belakang usaha-usaha anti korupsi. Masyarakat dengan demikian adalah kunci, bukan saja karena penting untuk mengungkap dan menuntut tindakan-tindakan yang tidak halal, melainkan tekanan masyarakat sangat penting dalam perpolitikan melawan korupsi. d. Bongkar kebudayaan korupsi di organisasi anda. Sebuah organisasi atau masyarakat yang telah dilanda korupsi yang luas lazimnya menjadi sinis. Rakyat telah mendengar dan tahu banyak tentang betapa jahatnya korupsi itu, tentang perlunya mengikuti kaidah hukum, dan akibat-akibat yang konon diderita si pelanggar, tetapi sampai sekarang yang ada hanyalah omong belaka. Oleh karena itu meretas budaya korupsi mempunyai dua bagian. pertama, berhasil mengacaukan iklim kepercayaan serta keyakinan yang dibutuhkan bagi berlangsungnya transaksi-transaksi korupsi. Kedua, lawan sinisme publik, karena kata-kata sudah terlalu murah harus ditopang tindakan. e. Bertindaklah secara sportif maupun secara negatif. Menghadapi korupsi sering menuntut langkah-langkah tegas, dan organisasi dapat mudah merasa terkungkung, sehingga mengakibatkan merosotnya hasil kerja. Karena itu sebuah strategi yang cerdas akan mencantumkan perangsang-perangsang positif maupun hukuman-hukuman, langkah yang memperkuat nilai –nilai maupun langkah untuk menghancurkan budaya korupsinya. f. Kaitkanlah langkah-langkah anti korupsi dengan tugas utama organisasi. Kebijakan anti korupsi yang paling gampang dilaksanakan adalah kebijakan yang paling wajar berkaitan dengan tujuan sehari-hari organisasi tersebut. Langkah-langkah anti korupsi akan lebih mudah dilaksanakan bila: o Semakin langkah itu kurang mengganggu, operasi-operasi dan pengelolaan rutin. o Semakin teknik itu mengurang biaya dan angka kesalahan organisasi dalam melakukan kegiatan rutin. o Semakin besar ancaman korupsinya, atau dapat dibuat lebih besar, terhadap otonomi organisasi tersebut. o Semakin besar intensif yang dapat diberikan kepada pegawai tingkat rendah untuk mengendalikan korupsi. g. Carilah Mr. Clean dan dukunglah dia. Maka amatlah penting bahwa para inspektur, aparat penegak hukum, orang-orang yang mengendalikan penyidikan dan sistem informasi, dan orang-orang yang mempunyai wewenang tingkat tinggi, dan yang setara dijamin betul-betul bersih, disamping dia yang duduk dipuncak juga bersih.[5][5].Ø Badan Anti Korupsi yang Independen. Dalam tahun terakhir ini, pemerintah berbagai negara melakukan upaya untuk memperkuat kemampuan mengungkapkan korupsi dengan cara membentuk badan atau komisi anti korupsi yang “independen”. Badan seperti ini bahkan sudah menjadi mode. Tetapi apakah badan itu efektif, dan apakah dapat efektif. Jelas, badan itu dapat digabung dengan jabatan Ombudsman (seperti di Uganda dan Papua Nugini). Namun ada perbedaan yang jelas antara kedua peranan itu: Ombudsman, bertugas mewujudkan keadilan di bidang administrasi pemerintahan, dan cara,yang paling baik untuk mencapai ini adalah menumbuhkan kepercayaan birokrasi kepada Ombusman. Sedangkan badan atau komisi yang juga diberi wewenang daripada dipercayai.[6][6] Pada hakikatnya badan atau komisi anti korupsi dapat gagal karena : a. Kemauan politik yang lemah, kepentingan pribadi dan hal-hal lain yang mendesak membuat pimpinannya tidak berdaya. b. Tidak ada sumber daya, tidak ada kesadaran mengenai cost benefit administrasi pemerintahan yang “bersih” bahwa badan yang efektif memerlukan anggaran yang memadai. c. Campur tangan politik, badan tidak diizinkan melakukan tugas secara independen. d. Takut akibatnya, badan tidak punya kemauan memberantas korupsi dan takut diajak status quo dengan akibat tidak lagi independen, dan tidak punya sumber daya. e. Harapan yang tidak realistis, pertempuran melawan korupsi sistemik memakan waktu sangat panjang. f. Terlalu bergantung pada badan penegak hukum, kemampuan badan efektif korupsi tidak dikembangkan. g. Mengabaikan siasat melenyapkan peluang untuk korupsi. h. Undang-undang tidak memadai. i. Dibebani tumpukan perkara masa lalu. j. Gagal melibatkan masyarakat luas, tidak ada kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik. k. Tanggung gugat kurang, badan tidak mempunyai tanggung jawab pada masyarakat sebagaimana mestinya. l. Semangat kendur, masyarakat tidak percaya pada badan, staf kehilangan semangat. m. Badan itu sendiri korup.
Dibalik kegagalan pasti ada kemudahan untuk membuat kerangka badan anti korupsi agar dapat agar dapat menjalankan tugas dengan efektif, badan anti korupsi itu harus : a. Mendapat dukungan politik dari tingkat tertinggi pemerintahan. b. Memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalan kan misinya. c. Wewenang yang memadai untuk memperoleh dokumen dan untuk meminta keterangan dari saksi. d. Memiliki undang-undang yang “bersahabat dengan pemakai” (termasuk menetapkan “penumpukan kekayaan dengan melanggar hukum” sebagai tindak pidana), dan e. Memiliki pimpinan yang dipandang mempunyai integritas tinggi.[7][7] Itulah pembahasan dan analisa yang bisa dikemukakan pada makalah ini, semoga kita bisa memahahami pemberantasan korupsi adalah salah satu peran dan strategi pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan makmur.D. Penutup. Dari hasil pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa, pemberantasan korupsi bukanlah hal mudah yang dilakukan tanpa adanya peranan pemerintah yang bersih dari segala perilaku korup yang merugikan negara itu. Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, perilaku ini tumbuh dari mulainya negara ini berdiri sampai saat sekarang ini. Pemberantasan korupsi memerlukan strategi-strategi yang harus didukung oleh pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat dan tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, media massa , serta lembaga lembaga lain yang terkait dengan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Demikianlah isi dari makalah tentang pemberantasan korupsi ini ditulis, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan ini
E. Daftar Pustaka.
Ø Jeremy, Pope. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2003.
Ø Klitgaard, Robert. Membasmi Korupsi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2001.
Ø Alatas, S.H. Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi. LP3ES. Jakarta. 1987.
Ø Suejono, S.H. M.H. Kejahatan & Penegakkan Hukum di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta. 1996.
Ø Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami untuk Membasmi: Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. KPK. Jakarta. 2006