YANG INDAH DARI AJARAN RAHASIA

Ada lebih dari cukup untuk setiap orang.....

Sabtu, 11 Juli 2009

ELEMEN MAHASISWA KALTENG MELAKUKAN DEKLARASI ANTI KORUPSI DAN PREMANISME


Palangka Raya (BM)
Sejumlah elemen Mahasiswa di Kalimantan Tengah bersama-sama melakukan deklarasi natikorupsi dan premanisasi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Aksi ini dilakukan di Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai, Palangka Raya (21/6).
Para mahasiswa ini tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Palangka Raya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Daerah Kalteng, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia Cabang Palangka Raya, BEM STAIN Palangka Raya dan BEM STIH Palangka Raya.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) meminta Kejati Kalteng segera menuntaskan sejumlah kasus korupsi yang lamban untuk dituntaskan, seperti dugaan korupsi Rp 2,8 miliar di Sekretariat DPRD Kota Palangka Raya, dan dugaan korupsi Rp 41 miliar PT. BPK Kalteng. Selain itu, HMI juga menyarankan agar Kepala Kejati Kalteng yang tidak bisa menuntaskan masalah ini, agar segera mundur dari jabatannya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalteng, Syabrani Guzali menegaskan, meski dia akan pindah dari Kalteng, namun dia menjanjikan pihak Kejaksaan tetap akan meneruskan kasus-kasus korupsi yang sedang berjalan. Upaya pengungkapan kasus korupsi yang gencar dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Kalteng terutama kasus korupsi anggota Dewan Kota Palangka Raya dan DPRD Provinsi Kalteng, dijanjikan tidak akan terputus ditengah jalan. "Pengganti saya tetap akan melanjutkan kasus-kasus korupsi tersebut,"ujarnya.
Ketua Umum HMI Cabang Palangka Raya Chandra Ardinata mengatakan, ada empat poin yang mereka deklarasikan. Pertama, tidak akan melakukan perbuatan korupsi dan premanisme. Kedua, menuntut kepada penegak supremasi hukum untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi DPRD Kota Palangka Raya dan DPRD Provinsi Kalteng, serta segala bentuk korupsi yang terjadi di Kalteng. Ketiga, menolak segala bentuk premanisme terhadap mahasiswa dan anak bangsa. Keempat, memberikan jaminan keselamatan kepada aktivis mahasiswa dan anak bangsa.
Terkait premanisme, sangat disayangkan manakala saat Aksi HMI di Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalteng pada Jum'at (12/6) yang lalu, tiba-tiba diserang sekelompok preman suruhan. terindikasi preman suruhan tersebut adalah suruhan petinggi parpol, yang terjerat kasus korupsi.
Mereka berusaha merebut spanduk dan memukul peserta aksi, bahkan terjadi insiden pemukulan oleh orang yang belum diketahui dengan jelas identitasnya itu. Kericuhan ini berhasil dilerai oleh petugas dari Kepolisian yang bersiaga di kawasan tersebut. Sayangnya dua lelaki dari anggota preman tidak dikenal itu tidak diamankan oleh petugas, karena aksinya tersebut. (TIM)

Kamis, 02 Juli 2009

WALHI DAN ARPAG TOLAK REDD

Dinilai Masih Belum Jelas dan Tidak Berkeadilan Iklim
PALANGKA RAYA- Program dunia tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi atau Reducion Emition from Deforestation dan Degration (REDD) yang semakin intensif akhir-akhir ini, mendapat penolakan dari dari Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (Walhi). Penolakan juga datang dari masyarakat korban proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar.
Menurut Direktur Walhi Kalteng Ari Rompas, mekanisme yang ditawarkan dalam program REDD masih simpang siur dan ada kecenderungan akan terjadi perdagangan karbon, dimana hutan Indonesia akan diperdagangkan (offset). Sementara negara-negara maju yang membiayani program REDD, merupakan negara penyumbang gas emisi yang menyebabkan meningkatnya efek gas rumah kaca sehinga terjadinya perubahan iklim tidak mau mengurangi emisi dari aktivitas industri.
”Indonesia disuruh menjaga hutanya dengan mekanisme pembiyaan negara maju dari pelestarian hutan di Indonesia. Namun, justru negara-negara maju tersebut tidak mau mengurangi emisi dari aktivitas industri, padahal hampir 80 persen emisi karbon dan efek rumah kaca banyak berasal dari aktivitas industri negara maju,” ujarnya, di Palangka Raya, Selasa (30/6) kemarin.
Rio menandaskan, mekanismenya yang tidak secara tegas melibatkan penduduk sekitar kawasan, bagaimana akses masyarakat terhadap kawasan, siapa yang mengelola dana karbonya dan bagaimana status hukumnya dan banyak lagi yang masih perlu dikaji.
“Dengan demikian kiranya penting untuk melakukan pemangkasan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. (REDD) karean dampak dari perubahan iklim sangat mencama keberaljutan kehidupan manusia dan berpengaruh terhadap hampir semua aspek kehidupan manusia di bumi,” jelas Ari Rompas yang akrap disapa Rio ini.
Meski, demikian ucapnya, secara organisatoris WALHI telah menyepakati bahwa target besar kampanye perubahan iklim adalah mewujudkan keadilan iklim (climate justice). Keadilan iklim merupakan hak untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip-prinsip keselamatan rakyat. Pemulihan keberlanjutan layanan alam, dan perlindungan produktifitas rakyat dimana semua generasi baik sekarang maupun mendatang berhak terselamatkan akibat dampak perubahan iklim dan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim secara berkeadilan.
Sementara itu, Aliansi Rakyat Pengelola Gambut (ARPAG), diwakili Koesnadi Wirasaputra menilai, pembicaraan tentang perubahan iklim pada tahun ini akan menemui titik terpentingnya. Perubahan iklim telah menjadi bukti dari kegagalan model pembangunan oleh regime global yang dilakukan selama ini. Namun solusi yang dibangun melalui UNFCCC tidak pernah bisa menjadi solusi ril atas penyelesaian permasalahan perubahan iklim.
”Sebagaimana kita ketahui, seminar nasional program pemangkasan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta tata kelola ekonomi dan lingkungan, di Palangka Raya, kemarin, salah satu hasil yang dicapai akan dibawa dalam pertemuan pembahasan REDD di forum konferensi UNFCCC pada COP 15 di Compenhagen pada Desember 2009 mendatang,” Koesnadi.
Koesnadi menandaskan, komitmen negara maju dalam memotong emisi dari aktivitas industri kembali dipertanyakan dan dibicarakan pada pertemuan tersebut. ”Sebagai negara yang termasuk rentan terhadap perubahan iklim, ARPAG merasa penting sebagai bagian dari Rakyat Indonesia mencermati arah pembicaraan negosiasi yang menintikberatkan pada ekspansi industri destruktif dibalik upaya penyelamatan bumi,” tandasnya.
Dikemukakannya, salah satu daerah yang menjadi pilot project REDD adalah lahan gambut eks PLG sejuta hektar. Upaya penyelamatan hak atas kekayaan alam gambut adalah penting dan dijamin oleh Konstitusi Negara UUD 1945, dimana, rakyat berhak mendapatkan sumber kekayaan alam untuk kesejahteraan dan kedaulatan, menuju masyarakat damai dan sejahtera.
”Kami bertekad mewujudkan tatanan masyarakat baru berdasarkan nilai-nilai demokrasi, keadilan sosial, kedaulatan atas sumberdaya kekayaan gambut, kemandirian ekonomi dan Kelestarian gambut, dengan menghentikan semua aktivitas dan investasi yang merusak dan menggusur rakyat yang berdalih konservasi maupun industri tambang yang sudah jelas merusak tata air dan lingkungan hidup,” ucapnya.
Atas dasar mandat anggota-anggota ARPAG yang tersebar di 52 Desa, 2 Kabupaten di Kalimantan Tengah sebagai Organisasi Rakyat yang dilindungi oleh UUD 1945, tersebut katanya, maka ARPAG menilai dan memberikan sikap serta pandangan atas putaran forum UNFCCC menuju Copenhagen Desember 2009 yang sedang berlangsung saat ini.
Oleh karennya, Koesnadi menghargai apa yang sedang di upayakan oleh dunia International untuk menyelamatkan Bumi planet ini. Namun demikian, katanya Arpag secara sadar dan bertanggungjawab melakukan monitoring, komunikasi dan mengambil sikap atas apa yang sedang terjadi pada forum International UNFCCC, sambil berupaya melakukan penyelamatan sumberdaya gambut, melalui penanaman pohon hutan gambut, rehabilitasi kebun rotan, kebun karet, kebun purun, kolam ikan tradisional, mencetak sawah tradisional, menjaga hutan adat 200.000 hektar, membangun sekolah gambut dan melakukan dialog strategis dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat serta jaringan kerja NGO di dalam dan luar negeri.
”Namun demikian, ARPAG dengan tegas menolak dan membatalkan usulan kawasan konservasi Taman Nasional MAWAS di eks PLG 1 juta hektar. Proyek ini mengancam keberadaan hak-hak masyarakat lokal atas kekayaan sumberdaya gambut dan melakukan cara-cara intimidasi menggunakan aparat keamanan terhadap rakyat untuk melancarkan proyek. Padahal dalam kawasan calon konservasi sebagai kedok untuk melindungi potensi tambang Migas dan mineral lainnya,” pungkas Koesnadi. (TIM*ALFRID)

KEJAHATAN YANG SEMPURNA



Penyangkalan atas fakta atau memindahkan makna dari fakta telah menjadi tren dalam pentas kasus di negeri ini. Kasus-kasus sidang penyuapan jaksa, dugaan pelecehan seksual, dan konspirasi pembunuhan berjalan sangat rumit dan berlika-liku.

Pertanyaannya, masih adakah kebenaran? Selalu ada fakta dan bukti yang gugur meski jelas dari pemikiran awam bahwa fakta itu mengandung kebenaran. Kita juga melihat, adagium utopis ”kejahatan yang sempurna” (perfect crime) benar-benar ada.

Kejahatan sempurna bukan epos tentang penjahat yang tidak pernah tertangkap penegak hukum dan mempertanggungjawabkannya dengan menjalani hukuman. Kejahatan sempurna adalah kejahatan terorganisasi dan dilakukan oleh pengambil keputusan dari institusi legal. Institusi yang rentan untuk melakukannya adalah aparatus negara.

Pembeda utama antara mafia dan aparat negara adalah soal legalitas. Dari sisi di mana pembuat dan pelaksana hukum berdiri, sebuah organisasi mafia adalah ilegal dan melanggar hukum.

Sophistokrat

Bagaimana jika aparat negara menjadi penjahat? Dengan kekuasaannya, mereka akan meyakinkan publik bahwa semua tuduhan yang dialamatkan kepada mereka adalah keliru. Mereka akan menjadi sophistokrat.

Plato dalam Republic menggambarkan sophist sebagai a sort of wizard atau seorang imitator hal paling nyata. Mereka bukan produsen kebenaran meski amat memahami diktum kebenaran. Mereka hanya memberi kesan kebenaran itu sendiri (Phaedrus, 275b, 276a).

Kecanggihan dalam memanipulasi dan selalu mempertanyakan kebenaran membuat kabur hubungan fakta dan kebenaran. Jika kita terbius keyakinan bahwa segala sesuatu tentang fakta adalah ilusi, mereka berhasil. Kebenaran lalu menjadi soal yang bisa dinegosiasikan.

Orang-orang sophis selalu berbicara tentang hantu, pengingkaran, dan penolakan dengan mempertanyakan kembali. Kecanggihan mereka seperti setan yang memainkan simulasi yang selalu ada di ruang samar-samar dan meyakinkan, sebuah kesalahan adalah hal paling benar (Deleuze, 1994:127).

Di berbagai ruang, institusi di republik ini telah dipenuhi sophistokrat. Mereka mempunyai lingkaran dengan berbagai profesi yang sejatinya hanya kamuflase. Semakin banyak hal yang secara faktual benar lalu menjadi lenyap dan berganti makna. Demikian juga dengan argumentasi yang mereka bangun akan dengan mudah dipercayai meski tidak masuk akal.

Apakah rakyat dan publik harus disalahkan karena membiarkan mereka berjaya? Tidak mudah menjawabnya karena mereka menguasai instrumen kekuasaan. Letak kehebatan para sophistokrat adalah kepiawaian melakukan dekonstruksi atas usaha-usaha meletakkan fondasi bagi konsensus kebenaran dan norma- norma moral di atas tatanan hukum dan politik. Prestasi besar mereka adalah membuat kebenaran menjadi hal yang seolah-olah benar.

Konsensus kebenaran

Sulitkah menentukan kebenaran? Filsuf Giambatista Vico (1965) memercayai, sensus communis (common sense) merupakan awal yang baik untuk menjelajah kebenaran dan menjadi dasar bagi konsep kebijaksanaan. Namun, yang kini terlihat adalah perlombaan seni berbicara (retorika) daripada menyatakan hal yang sesungguhnya (right thing).

Kebenaran sendiri terlalu paradoksal dan dilematis diperdebatkan. Akan tetapi, kita harus menyetujui tatanan kebenaran. Konsensus kebenaran harus diletakkan di aras kepentingan publik dan persepsi mereka atas kondisi politik dan hukum yang moralis.

Kebenaran publik tentu menjadi sesuatu yang lebih tinggi daripada kebenaran sektarian meski kebenaran publik bisa berubah seiring waktu.

Kita dihadapkan persoalan yang belum terselesaikan oleh agenda demokratisasi pasca-Orde Baru. Pelembagaan civil society yang belum kuat merupakan sebab gagalnya konsolidasi sipil untuk meletakkan batas-batas moralitas yang haus dipenuhi penyelenggara negara.

Perubahan dalam internal institusi, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun konstitutif, cenderung berjalan tanpa kontrol. Yang tampak adalah diorama pertarungan antarkeluarga gajah dan masyarakat menjadi pelanduk yang hampir mati di tengah arena mereka.

Bagaimana melakukan model pelembagaan konsensus? Setidaknya ada tiga hal penting.

Pertama, memulihkan agenda penguatan civil society yang bisa mengelola perbedaan kepentingan dari berbagai kelompok di dalamnya. Jaminan negara atas perbedaan pendapat harus ditepati. Dalam pembuatan regulasi, hak-hak konstitusional warga atas kebebasan dan pertanggungjawaban harus dikedepankan.

Kedua, membangun mekanisme keseimbangan kekuasaan dan saling kontrol antarinstitusi negara. Tidak boleh ada institusi yang mempunyai kewenangan lebih besar dari yang lain. Masing-masing harus mempunyai kewenangan sebagai eksekutor. Hal yang penting adalah membuat mekanisme yang mampu meniadakan tawar-menawar antarinstitusi negara dalam rangka membela kepentingan yang bersifat pribadi masing-masing.

Ketiga, meletakkan landasan normatif bangsa dan negara sebagai acuan yang selalu mempunyai relevansi bagi kinerja institusi negara dan bisa dijadikan pegangan. Semangat kebenaran yang berlaku universal bisa menjadi pegangan informal. Hal itu menjelma menjadi suara hati dari nurani yang amat menentukan pilihan-pilihan politiknya.

Para sophistokrat adalah aktor kejahatan yang sempurna. Jangan sampai mereka membuat negara dengan segenap institusinya sebagai panggung dari sandiwara perdebatan tanpa usai. Sementara rakyat hanya menjadi penonton yang harus membayar mahal untuk pementasan yang sama sekali tidak bermutu. Dikutip dari : M Faishal Aminuddin Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian INDIGO(tim)

PENANDATANGANAN MOU BATAS PARTISIPATIF DAN PEMANFAATAN ZONA TRADISIONAL DI TNTP


PANGKALAN BUN - BM
Upaya Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk meningkatkan peran serta masyarakat sekitar Taman Nasional Tanjung Puting dalam pemanfaatan zona tradisional terwujud dengan telah ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antar Kepala Balai Nasional Tanjung Putting dengan Kepala Desa Sungai Cabang dan Tanjung Pulai pada Hari Kamis Tanggal 11 Juni 2009 di Ruang Kerja Bupati Kotawaringin Barat.

Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut aspirasi masyarakat di sekitar TNTP dalam hal ini masyarakat Desa Teluk Pulai dan Desa Sungai Cabang yang menghendaki wilayah desanya berada di luar kawasan TNTP. Aspirasi ini disampaikan dalam Musyawarah Penyusunan Batas Partisipatif di Desa Sungai Cabang pada tanggal 4-5 Pebruari 2009 dan di DesaTeluk Pulai pada tanggal 10-11 Pebruari 2009.Dalam kesepakatan ini disebutkan untuk Luasan Desa Sungai Cabang secara partisipatif adalah sebesar + 12.000 Ha dengan penetapan batas partisipatif yaitu:



*
Batas Utara : Sungai Baru
*
Batas Timur : sejauh 4 Km sejajar dari garis pantai
*
Batas Selatan : Sungau Barasau
*
Batas Barat : Laut Jawa

Sedangkan untuk Luasan Desa Teluk Pulai secara partisipatif adalah + 6.300 Ha dengan penetapan batas partisipatif adalah:

*
Batas Utara : Sungai Tinggiran Besar
*
Batas Timur : sejauh 4 Km sejajar dari garis pantai
*
Batas Selatan: Sungau Buluh Kecil
*
Batas Barat : Laut Jawa

Untuk pemanfaatan zona tradisional disepakati bahwa pihak TNTP memberikan kesempatan kepada masyarakat kedua desa untuk memanfaatkan zona tradisional tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek kelestarian guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ketentuan: sumber daya alam non kayu yang terdapat di perairan dan daratan dapat dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran; sumber daya alam non kayu dapat dimanfaatkan secara langsung dengan menggunakan peralatan tradisional; dan masyarakat dapat menggembalakan hewan ternak secara terbatas sesuai daya dukung yang ada. Selain itu pihak masyarakat berkewajiban untuk menjaga hutan bakau yang ada dan reboisasi pantai yang rusak; tidak membuka lahan dengan cara yang mengakibatkan kebakaran hutan; ikut serta melakukan pengamanan hutan di kawasan TNTP dan tidak melakukan perburuan satwa liar di kawasan TNTP.

Kesepakatan bersama ini ditandantangani oleh Kepala Balai TNTP Ir. Gunung W. Sinaga, Kepala Desa Teluk Pulai Supyadi, dan Keapal DesaSungai Cabang M. sadar serta disaksikan oleh Bupati Kotawaringin Barat, Kepala Kantor Pertanahan Kab. Kobar, Kepala Bappeda Kab. Kobar, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra, dan Camat Kumai. (tim/pmd)

Bupati kukuhkan Pengurus ORARI

PANGKALAN BUN - BM

Bupati Kotawaringin Barat H. Ujang, ST, M.Si. kukuhkan DPP dan Pengurus Amatir Radio Lokal Kotawaringin Barat Periode Tahun 2009-2014 tanggal 15 Juni 2009 di Aula Kantor Bappeda Pangkalan Bun. Hadir dalam acara ini Ketua ORDA Propinsi Kalimantan Tengah, Pejabat di Lingkungan Pemkab. Kotawaringin Barat serta anggota ORARI Lokal Kotawaringin Barat.


Dalam sambutannya Bupati menyampaikan dewasa ini dengan semakin majunya teknologi telekomunikasi justru semakin menegaskan bahwa eksistensi Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) tetap dibutuhkan kehadirannya ditengah masyarakat, terutama untuk menjangkau daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau melalui sambungan telepon kabel maupun telepon seluler. Pengalaman di berbagai daerah menunjukan bahwa keberadaan orari sungguh mampu memberikan kontribusi penting terutama disaat-saat krusial dimana masyarakat dilanda situasi darurat karena bencana maupun sebagai dukungan komunikasi bukan dalam keadaan bencana yang mampu menjangkau seluruh pelosok daerah.


Lebih lanjut Bupati mengatakan pelajaran berharga yang bisa kita ambil hikmahnya yaitu pada saat bencana alam seperti gempa bumi, telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur telekomukasi seperti jaringan kabel telekomunikasi, menara transmisi telepon umum dan telepon seluler, juga kerusakan jaringan listrik sehingga berdampak pada tidak berfungsinya telekomunikasi umum, saat itulah ORARI memainkan peranannya dengan menjadi media komunikasi masyarakat yang efektif dan berdaya guna dalam situasi darurat.


Dalam kesempatan tersebut Bupati menyampaiakn ucapan terima kasih atas dukungan dan peran serta ORARI dalam membantu kegiatan Pemerintah daerah Kabupaten Kotawaringin Barat dan kedepan mengharapkan ORARI Lokal Kotawaringin Barat untuk tetap berperan aktif dalam mensukseskan acara-acara yang akan digelar di Kabupaten Kotawaringin Barat antara lain pada Pelaksanaan Pilpres tanggal 9 Juli 2009 dan Acara Kemah bhakti & Prestasi Pramuka Tingkat Propinsi Kalteng dalam rangka HUT ke-63 tanggal 14 Agustus 2009.
Di akhir sambutannya Bupati berpesan kepada anggota DPP dan kepengurusan Amatir Radio Lokal Kotawaringin Barat supaya menjadikan ORARI sebagai organisasi masyarakat yang mampu memberikan sumbangsih kepada masyarakat khususnya dan daerah pada umumnya dalam setiap dinamika pembangunan daerah Kotawaringin Barat.(tim/pmd)

Sabtu, 20 Juni 2009

WAGUB: Jangan takut dengan LSM


PALANGKA RAYA-(BM)
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Achmad Diran, mengatakan laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait adanya indikasi korupsi di suatu instansi pemerintah belum tentu semuanya benar, dan perlu kajian lebih mendalam lagi oleh pihak penerima laporan.
Oleh Karenanya, Diran mengingatkan pejabat tak perlu takut apabila memang melakukan tugasnya dalam koridor yang benar dan sesuai aturan hukum yang berlaku. Meski demikian, Diran tidak menyalahi laporan LSM, malah laporan tersebut dapat dijadikan acuan kinerja pemerintah. Pasalnya, lembaga tersebut merupakan kontrol kerja dan mitra dalam melaksanakan pembangunan.
“Tidak semua laporan yang diajukan LSM itu benar, dari 10 laporan minimal 3 laporan yang benar selebihnya masih diperlukan investigasi mendalam untuk mengetahui kebenarannya,” kata wakil Gubernur Ir H Achmad Diran dalam sambutannya pada acara sosialisasi program antikorupsi oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Pembangunan (BPKP) Kalsel, Selasa (16/6) kemarin.
Diran mencontohkan, dari sejumlah laporan yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari LSM belum tentu semuanya benar. “Dari ribuan laporan yang masuk ke kantor KPK, seratus yang benar itu sudah banyak,” katanya.
Diran menghimbau jajarannya untuk tidak takut jika ada LSM yang datang dan menyampaikan laporan terkait adanya kesalahan dalam program yang dijalankan. “Memang jika laporan tersebut benar akan diproses. Tapi yang tidak benar ditampung dulu,” imbuhnya.
Mantan Bupati Barito Selatan ini mengingatkan, jajarannya untuk tidak takut sebagai pengguna anggaran maupun pimpinan proyek, asalkan proyek yang dijalankan tersebut berada pada koridor yang benar dan tak ada yang fiktif.
”Sebagai pengguna anggran, atau pimpinan proyek ngga perlu takut, kalau sepanajang penggunaannya benar. Bisa dipertanggungjawabkan, yang benar tetap benar, tidak dibuat-buat alias piktif,” ucapnya.
Ditambahkan Diran, jika seandainya jajarannya dipanggil oleh aparat Kejaksaan untuk menjadi saksi dalam suatu kasus dugaan tindak pidana korupsi, agar tidak takut bersaksi dan mengambil langkah kooperatif agar proses hukum bisa berjalan dengan baik.
Dalam kesempatan yang sama, Wagub juga akan meningkatkan kedisiplinan untuk jjaran dibawahnya, yakni, bupati/walikota. Peningkatan kedisiplinan tersebut yaitu dengan memerintahkan kepala daerah tingkat dua untuk melapor ke Gubernur atau Wagub jika pergi keluar daerah.
Menurutnya, hingga kini sebagian besr kepala daerah yang ada di Kalteng memang ijin terlebih dahulu, namun, masih ada yang bandel dan baru memberi tau kalau sudah berada di luar daerah.
“Saya minta Inspektorat untuk membuat surat kepada semua bupati/walikota se Kalteng agar meminta ijin terlebih dulu jika harus keluar Kalteng,” pungkas Achmad Diran. (AU*TIM)

464 SISWA TIDAK LULUS TAHUN INI


Kalteng (BM)
Hasil ujian nasional tingkat SMK/SMU/MA di Provinsi Kaliman Tengah diumumkan oleh pihak sekolah masing-masing, Rabu (17/6). Pengumuman hasil terlambat dari jadwal, yang seyogianya dimumumkan pada tanggal 12 Juni lalu.
Dari 12.306 siswa SMK/SMU/MA yang mengikuti UN se-Kalteng yang tidak lulus UN sebanyak 464 siswa. Banyaknya siswa yang tidak lulus ujian ini, khususnya di Kota Palangka Raya, dari pantauan Radar Sampit, banyak siswa yang tidak lulus berteriak histeris bahkan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Berbeda dengan siswa yang lulus. Mereka meluapkan kegembiraannya dengan mencorat-coret pakaian seragamnya, dan kompoy dijalanan. Tak peduli dengan larangan mencorat-coret baju seragam, dan bahaya dari kecelakaan lalu lintas.
Di SMK 3 Palangka Raya, misalnya. Sekolah yang terletak di Jalan RA Kartini ini, peserta UN sebanyak 170, namun yang lulus 115 orang siswa. Sementara yang tidak lulus sebanyak 55 orang. Sejumlah siswa yang tidak lulus, tak kuasa menyimpan rasa kekecewaannya.
Hal serupa juga terjadi di SMA 3 Palangka Raya. Dari 180 orang siswa dan siswi yang mengikuti Ujian Nasional, sebanyak 61 orang dinyatakan tidak lulus. Di SMA 1, dari 230 orang yang mengikuti UN, sebanyak 53 orang tidak lulus, sementara di SMK 1 dari sebanyak 104 orang yang mengikuti UN ada sebanyak 40 orang yang dinyatakan tidak lulus.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Hardy Rampai. Mengatakan dari 12.306 siswa SMK/SMU/MA yang mengikuti UN di Kalteng, yang lulus tercacat sebanyak 11.842 peserta, dengan prosentase kelulusan 96 persen.
Dari 14 kabupaten/kota se-Kalteng, daerah yang memiliki tingkat kelulusan yang cukup baik, dengan mencapai tingkat kelulusan 99 persen, yakni Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) dan Kabupaten Kapuas.
“Hanya tiga daerah daerah yang memiliki tingkat kelulusan 99 persen. Sedangkan daerah kabupaten/kota yang lainnya rata-rata tingkat kelulusan dibawah 90 persen,” ujar Hardy, tak merinci kdaerah mana saja yang memiliki tingkat kelulusan paling kecil.
Hardy menambahkan, bagi siswa-siswi yang tidak lulus UN, dapat mengikuti UN paket C yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni mendatang. “Bagi yang dinyatakan tidak lulus silahkan mendaftarkan diri mengukuti paket ujian paket C,” pungkasnya. (AU*TIM)