YANG INDAH DARI AJARAN RAHASIA

Ada lebih dari cukup untuk setiap orang.....

Senin, 11 Mei 2009

Mutasi Bukan Menyingkirkan Pejabat


PANGKALAN BUN – BM
Bupati Kobar H Ujang Iskandar menegaskan, proses mutasi atau rolling jabatan di lingkungan Pemkab Kobar, merupakan upaya pengembangan wawasan dan pendewasaan berfikir dari personel yang dimutasi. Artinya mutasi jabatan itu jangan diartikan sebagai upaya menyingkirkan seseorang dari jabatan yang dijalani sebelumnya.
Menurut Ujang, tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses mutasi jabatan tersebut adalah membangun pemahaman personel melalui penghayatan akan mekanisme tugas, meskipun mutasi itu akan menghadapkan seseorang pada tugas dan tempat yang baru. “Untuk itu dalam setiap acara pelantikan dalam jabatan struktural, selalu saya tegaskan agar pegawai dapat memahami makna dari setiap mutasi yang dilakukan,” jelas Bupati Ujang, dalam sambutannya pada acara Pelantikan Sekretaris Daerah, Pejabat Strukturan Eselon II, III, IV, Sekretaris KPU Kobar serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Aula Antakusuma Pangkalan Bun Rabu (6/5).
Lebih lanjut Ujang mengatakan, kegiatan pengangkatan dan pemindahan dari dan dalam jabatan struktural merupakan bagian dari kehidupan organisasi, dalam rangka pemantapan dan peningkatan kapasitas kelembagaan.
“Proses ini juga, merupakan bagian dari pola pembinaan karir PNS dalam rangka upaya penyegaran dan peningkatan kinerja, untuk itu pelantikan ini harus dilihat dari sudut pandang kepentingan organisasi,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Ujang juga menjelaskan, parameter utama yang digunakan dalam penempatan pegawai dalam suatu jabatan dilakukan melalui pertimbangan kapasitas, kompetensi, integritas, loyalitas, moralitas, pangkat dan nilai pengabdian serta komitmen terhadap tugas dan tanggung jawab kepada negara dan pemerintah.
“Dalam konteks ini, mutasi pejabat harus dimaknai sebagai suatu penugasan dan secara lebih bijak merupakan suatu amanah,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut Bupati Ujang sekaligus melantik Sekda yang baru, Akhmad Ridwansyah, serta 147 pejabat struktural yang terdiri dari 10 posisi Eselon II, 34 eselon III, 103 Eselon IV serta 2 Penyidik Pegawai Negri Sipil. (TIM)

Pemadaman Listrik Kembali Terulang


PANGKALAN BUN – BM
Pemadaman listrik di Kota Pangkalan Bun, Kumai dan sekitarnya kembali terulang lagi. Padahal untuk mengatasi pemadaman listrik, pemerintah daerah sudah berupaya, memberikan subsidi, melalui dana APBD tahun 2008 secara bertahap. Jumlahnya mencapai Rp 8,7 miliar untuk pembelian mesin genset.
Tetapi kenyataannya setelah berjalan selama enam bulan, kondisi listrik di Kota Pangkalan Bun, Kumai dan sekitarnya, masih sama. Terjadi pemadaman secara bergiliran. Namun pemadaman bergilir tidak lama seperti dulu. Pemadaman bergilir dilakukan oleh PLN Pangkalan Bun kurang lebih satu jam lebih atau kurang dari dua jam.
Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan warga. “Mengapa sudah ada penambahan mesin genset baru, masih terjadi pemadaman listrik,” tanya Abdul Hadi pemilik SPBU di Pangkalan Bun. Menurut Abdul Hadi sudah cukup maksimal, pemerintah mengorbankan dana APBD, demi kepentingan masyarakat dan semua pihak. Dijelaskanya ketergantungan masyarakat dengan listrik sangat vital. Pasalnya listrik tak hanya untuk penerangan, tetapi berbagai macam usaha industri dan keterampilan, serta kebutuhan elektronik lainnya.
“Pemadaman listrik cenderung mengganggu atau menghambat usaha serta perkembangan usaha masyarakat. Kalau akan terjadi pemadaman kami minta PT PLN transparan, bersikap tegas, dan bila perlu pemadaman bergilir tersebut diumumkan, melalui surat edaran secara resmi, atau diumumkan lewat media massa, media elektronik lainnya seperti radio lokal, maksudnya agar tidak terjadi salah persepsi, antara masyarakat dengan pihak PLN, maupun dengan pemerintah daerah,” jelasnya.
Sebelumnya Bupati Kobar H Ujang Iskandar mengatakan, tidak bisa melakukan intervensi. Dia mengaktan, wewenang pemerintah daerah adalah hanya sebatas melakukan kordinasi, apabila ada masalah yang berkaitan dengan masyarakat. “Kendati demikian kita harus memaklumi, dan tetap berupaya agar kasus pemadaman listrik bergilir hanya swaktu waktu saja dan tidak selamanya terjadi,” jelas Ujang. (TIM)

Pelanggaran Amdal Adalah Kriminal


NANGA BULIK – BM
Minimnya perusahaan di wilayah Kabupaten Lamandau membuat dokumen analisis mengendai dampak lingkungan (Amdal) disesalkan banyak kalangan. Disinyalir para investor yang belum membuat Amdal, hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa memperhatikan masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng Arie Rompas SE mengatakan, hingga hari ini dokumen amdal hanya dijadikan sebagai pelengkap dari sebuah proses perizinan, karena amdal hanya dipandangan dari aspek administrasi saja.
Dokumen tersebut (Amdal, Red), bebernya, dianggap bukan manjadi aspek yang strategis dan pokok dalam proses pemanfaat sumberdaya alam dan pengelolaan ruang dan lingkungan hidup. Padalahal apabila dilihat dari dampak yang akan di timbulkan karena kesalahan pengelolaan lingkungan (amdal) berakibat fatal bagi kehidupan manusia bahkan mengancam nyawa manusia.
“Memang, apabila dilihat dari administrasi dan formalitas aturan yang berlaku dari proses pengajuan dokumen amdal dan perusahan yang melanggar amdal sulit untuk dikenai sanksi, kecuali perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat baku mutu lingkungan,” bebernya saat dikonfirmasi oleh beberapa media, kemarin.
Dan lagi-lagi sanksinya hanya sanksi administrasi yaitu perusahaan tersebut wajib memenuhi dokumen lingkungan hidup, sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang (UU) No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tapi lanjutnya, apabila dipandang dari sudut yang berbeda, justru masalahnya akan berbeda apabila perusahaan tersebut terbukti terjadi pencemaran dilingkungan usahanya. Dalam kasus seperti ini, perusahaan dan penyusun amdal bisa kena sanksi pidana.
Dalam UU 23/1997, urainya, ancamannya hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sampai Rp 750 juta, bahkan dalam draf perubahan undang-undang itu, yang saat ini sedang dibahas pemerintah dan DPR, ancaman dendanya bisa sampai Rp 5 miliar.
Lebih jauh Arie mengungkapkan, pada hakekatnya Analisis dampak lingkungan ini merupakan kajian ilmiah tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan yang menjadi bahan masukan untuk memutuskan apakah suatu usaha layak atau tidak.
Namun, fakta yang terjadi banyak usaha atau kegiatan yang berjalan bersamaan dengan kajian amdal.
"Harusnya amdal dulu, baru suatu usaha dimulai. Bahkan banyak perusahaan yang berjalan dan diterbitkan tanpa dokumen amdal, apalagi perusahaan di daerah yang jauh dari kontrol masyarakat dan pejabat daerah yang memberikan ijin yang hanya mengejar keuntungan,” ungkapnya.
Melihat kondisi ini, dari segala bentuk aspek kebijakan yang dikeluarkan daya dukung ekologi bukan menjadi hal yang penting bagi pemerintah di negeri ini, peraturan dibuat hanya untuk disiasati untuk di langgar.
Padahal faktanya, akibat salah pengeloalaan lingkungan mengakibatkan bencana yang bisa merengut nyawa manusia seperti kejadian di lumpur Lapindo, bencana Situ Gintung, kasus Newmont di teluk Buyat dan bencana banjir dan longsor yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan kesalahan pengelolaan lingkungan oleh usaha-usaha industri yang ekstraktif.
Karena dampaknya yang bisa menimbulkan pencemaran, bencana ekologis dan bahkan bisa menghilangkan nyawa orang lain, bahkan korbannya bisa mencapai ribuan orang.
“Melihat dampak dan cakupanya yang begitu luas akibat kesalahan pengelolaan lingkungan sehingga seharusnya pelanggar dokumen amdal merupakan tindakan kriminal yang harus kenai sanksi pidana yang berat,” ucapnya dengan serius.
Bupati Lamandau Marukan mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan Pemkab Lamandau, masih banyak perusahaan yang belum sepenuhnya taat melaksanakan ketentuan dibidang lingkungan hidup (LH). Padahal sesuai UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LH, setiap perusahaan wajib untuk memenuhi aturan yang ditentukan.
Bupati Marukan mengharapkan kepada instansi tekhnis seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), dan Dinas Pertambangan dan Energi (DIstamben), untuk segera melaksanakan program penataan dan pengawasan serta pengendalian pencemaran lingkungan.
“Progam dimaksud kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penegakan hukum lingkungan melalui pembentukan tim inspeksi gabungan, guna mengecek ketaatan perusahaan dalam melaksanakan semua ketentuan peraturan perundangan,” jelas Marukan.
Tim juga, lanjut Marukan, termasuk mengecek pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan pada setiap perusahaan yang ada di wilayah Bumi Bahaum Bakuba. tujuannya, agar tidak terjadi permasalahan lingkungan yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat dan daerah. (TIM)

30 Ribu Ha Lahan Hilang


NANGA BULIK (BM)
Pemkab Lamandau harus bertindak. Persoalan tata batas Lamandau-Sukamara jangan sampai merugikan Bumi Bahaum Bakuba. Sikap ngotot dan tidak mau menerima masukan yang diperlihatkan pihak Sukamara harus diimbangi dengan upaya lain yang menguntungkan daerah.
Terkait hal tersebut Bupati Lamandau Marukan mengatakan, Lamandau berpotensi kehilangan wilayah seluas 30 ribu hektar lebih, dan luas yang hilang tersebut diambil kabupaten Sukamara bila merujuk kepada tatabatas yang dikeluarkan UU nomor 5 Tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten di Kalteng.
Marukan menjelaskan, penangan Tata Batas antar Kabupaten di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah mengalami deadlock. Persoalan ini diserahkan kepada Tim Tata Batas Provinsi untuk memberi masukan kepada Gubernur sebagai bahan keputusan.
“Tim Tata Batas Pemerintah Kabupaten Lamandau telah memberikan data-data yang cukup sebagai bahan pembahasan di provinsi. Diharapkan keputusan yang dikeluarkan gubernur tidak merugikan kabupaten Lamandau, tentunya didasarkan fakta, dan data serta kondisi riil lapangan,” jelas Marukan.
Saat ini, ucap Marukan, seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Kalimantan Tengah sedang menunggu hasil keputusan gubernur mengenai tata batas antar Kabupaten. “Sikap pemkab Sukamara ngotot. Tidak membuka celah negosiasi, hanya mengacu kepada batas dikeluarkan UU 5/2002, padahal ada klausulnya untuk ditinjau bila salah satu pihak merasa dirugikan,” urai Marukan.
Senada, Ketua DPRD Lamandau Mozes Pause mengungkapkan, daerah hendaknya menyiapkan bahan-bahan dan referensi, keterangan saksi, fakta historis dan fakta dilapangan untuk disampaikan kepada gubernur guna mendukung argumentasi yang disampaikan.
“Bahkan, kalau perlu meminta tim provinsi untuk turun kelapangan guna mencari fakta dan melihat kondisi riil. Terutama batas desa yang berbatasan langsung. Kalau mau kembali keasal, harus mencari batas kewedanaan Nanga Bulik,” beber Mozes.
Menurut pria yang juga dipercaya menjabat Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL) itu, batas yang dibuat dalam UU nomor 5/2002 hanya dibuat diatas meja untuk memenuhi persyaratan pemekaran. “Gubernur saja mengakui hal ini,” bebernya.
Diungkapkannya, saat sedang gencar-gencarnya mengurus pemekaran, ada beberapa desa di wilayah Sukamara yang berniat bergabung dengan kabupaten Lamandau. “Dulu, kecamatan Balai Riam ingin gabung dengan kita. Bahkan, sampai sekarangpun warga Balai Riam aksesnya mudah ke Lamandau ketimbang Sukamara,” ujarnya. (TIM)