YANG INDAH DARI AJARAN RAHASIA

Ada lebih dari cukup untuk setiap orang.....

Rabu, 03 Juni 2009

Rp 3,3 MILIAR DANA RAPEL DPRD BELUM DIKEMBALIKAN

Palangka Raya – BM

Sekitar Rp3,3 miliar dana rapel tunjangan komunikasi intensif (TKI) dan belanja penunjang operasional pimpinan (BPOP) tahun 2006 belum dikembalikan oleh para anggota DPRD Provinsi Kalteng.

``Dari total dana yang harus dikembalikan Rp3.454.507.000 pada 2009, baru Rp152.336.000 atau 4,41 persen yang telah masuk kas daerah per 27 Mei lalu,’’ kata Kepala Kepala Sub Bagian Kas Daerah Setda Provinsi Kalteng, Ahmad Fajar Ansori, di Palangka Raya, Selasa (2/6).

Sebanyak 45 anggota DPRD Kalteng telah menerima dana TKI dan BPOP senilai Rp5,2 miliar pada akhir Desember 2006, sesuai PP Nomor 37 Tahun 2006 tentang kedudukan protokoler dan kedudukan keuangan anggora DPRD.

Setiap anggota DPRD menerima rapel TKI sekitar Rp108 juta namun setelah dipotong pajak hanya sebesar Rp86 juta, sedangkan pimpinan DPRD mendapat tambahan BPOP senilai Rp20 juta per orang per bulan selama setahun dalam 2006.

Namun aturan itu kemudian dibatalkan dan direvisi dengan PP Nomor 21 Tahun 2007, sehingga semua anggota DPRD diwajibkan mengembalikan dana itu sebelum masa jabatannya berakhir.

Ahmad Fajar mengaku, tidak mengetahui alasan para anggota DPRD belum mengembalikan uang rapelan tersebut seraya berharap dana itu bisa segera dilunasi para anggota DPRD sebelum masa jabatannya berakhir.

``Dana itu diambil dari APBD Kalteng, maka sesuai aturan tersebut memang harus dikembalikan. Tetapi kami selaku kas daerah tidak bisa menagih, hanya bisa menerima pengembalian dana tersebut,’’ kata Ahmad Fajar.

Ia menambahkan, kewenangan penagihan dana miliaran rupiah itu ada pada kepala daerah atau sekretaris daerah, sedangkan kas daerah hanya berwenang menerima dana dan memberi laporan atas dana yang diterima kas daerah.

Pengembalian dana itu selama ini dilakukan bertahap, dan target 2009 baru teralisasi 4,41 persen sedangkan pada tahun 2008 lalu pengembalian dana melebihi target, yakni dari Rp408.000.000 yang harus dikembalikan sebanyak Rp536.959.000 yang diterima kas daerah.

Beda Persepsi

Sementara itu, anggota DPRD Kalteng, Arief Budiatmo mengatakan, terdapat perbedaan persepsi di kalangan anggota DPRD yang menyebabkan banyak wakil rakyat itu belum mengembalikan dana rapel 2006.

``Sebagian menilai, penerimaan uang itu sah secara hukum sesuai peraturan yang terbit saat itu yang belum dicabut, sehingga tidak perlu dikembalikan. Penerimaan salah bila aturan sudah dicabut tapi uang baru dibagikan,’’ kata Arief.

Selain itu, penerimaan uang juga tidak memiliki tanda terima resmi karena Sekreriat DPRD mengirimkan lewat rekening sehingga sulit dijadikan alat bukti bila diajukan ke meja hijau.

``Jadi kalau kami mau nakal, tidak mengembalikan juga bisa, karena tidak ada tanda tangan maupun tanda terima lain,’’ kata Arief yang mengaku baru mengembalikan TKI senilai Rp86 juta pada bulan Mei 2009 atas dasar kesadaran diri sendiri.

Sementara sebagian anggota lain, termasuk Arief, menilai uang tetap harus dikembalikan meski secara angsuran setelah revisi PP Nomor 37 Tahun 2006 dengan PP Nomor 21 Tahun 2007.

Arief juga mempertanyakan pihak kas daerah yang meminta pengembalian dana TKI sebesar Rp91 juta per orang padahal anggota DPRD kala itu hanya menerima sebesar Rp86 juta.

``Tambahan dana Rp4 juta itu buat apa, apa buat dibagi-bagi pejabat di kas daerah atau untuk hal lain kami tidak tahu,’’ katanya. (TIM)

TIGA PIMPINAN DEWAN MENJALANI PEMERIKSAAN


Untuk Pertama Kali Sebagai Tersangka Dugaan Korupsi Rp 2,8 Miliar.


PALANGKA RAYA – BM

Kemarin, Tiga unsur pimpinan DPRD Kota Palangka Raya, Aris M. Narang (Ketua), Yurikus Dimang (Wakil Ketua I) dan Djambran Kurniawan (Wakil Ketua II) diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Ketiga unsur pimpinan dewan kota Palangka Raya yang baru naik statusnya oleh Kejati Kalteng dari saksi ke tersangka pada tanggal 22 Mei yang lalu, diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka dugaan kasus korupsi dana SDM di sekretariat dewan yang merugikan negara Rp 2,8 miliar tahun anggaran 2006 lalu. Mereka diperiksa oleh penyidik Kejati Kalteng untuk melengkapi berkas pemeriksaan. Dalam keterangannya semasa diperiksa jadi saksi untuk dilimpahkan berkas pemeriksaan ke Jaksaan Penuntut Umum (JPU) yang selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan keterangan para saksi maupun tersangka sebelumnya, Kejati Kalteng telah menetapkan tiga pimpinan dewan, masing-masing Aris M. Narang, Yurikus Dimang, dan Djambran Kurniawan, jadi tersangka,” ujar kepala Kejati Kalteng M. Farella melalui Assistent Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), Yuqaiyum Hasib di Palangka Raya, Senin (25/5) kemarin.
Menurut Yuqaiyum ketiga tersangka tersebut akan dipanggil kembali oleh penyidik Kejati Kalteng untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan penyelewengan dana SDM sebesar Rp 2,8 miliar di sekretariat dewan, tahun anggaran 2006. Surat Pemanggilan telah dikirim pada tanggal 22 Mei lalu.
“Mereka kita panggil untuk diperiksa kembali pada 27 Mei 2009. Ketiganya diperiksa bukan lagi sebagai saksi, namun sebagai tersangka. Surat Perintah Penyidikan, untuk Aris M. Narang dengan nomor : Print-08/Q.2/Fd/05/2009, Yurikus Dimang dan Nomor : Print-09/Q.2/Fd/05/2009, dan Jambran Kurniawan dengan nomor : Print-10/Q.2/Fd/05/2009,” tutur Yuqaiyum. Apakah ketiga pimpinan dewan tersebut juga akan ditahan setelah pemeriksaan nanti, ditanya demikian, Yuqaiyum menolak memberikan keterangan lebih jauh. “Kita tidak mau berandai-andai. Kita lihat hasil penyelidikannya nanti, tunggu saja setelah pemeriksaan tanggal 27 Mei nanti,” ungkapnya.
Menyinggung, kapan waktu ketiga tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya masuk persidangan. Lagi-lagi Yuqaiyum menolak merincinya. “Kita tunggu saja. Seperti anda lihat di depan kami sudah siap setumpuk berkas perkara, dalam waktu yang tidak lama lagi kita akan limpahkan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya,” ujarnya, seraya menunjuk 16 Bundel berkas perkara setebal kurang lebih 2000 halaman per bundel.
Dengan ditetapkannya tiga pimpinan dewan kota Palangka Raya tersebut sebagai tersangka, kata Yuqaiyum, sejauh ini Kejati Kalteng sudah menetapkan delapan tersangka dalam dugaan penyelewengan dana pengembangan SDM yang merugikan keuangan negara / daerah sebesar Rp 2,8 miliar di sekretariat dewan tahun anggaran 2006.
“Lima tersangka lainnya, yakni tiga anggota DPRD Palangka Raya, Hatir Sata Tarigan (Mantan Ketua Komisi III), Agus Romansyah (Mantan Ketua Komisi I), dan Junaidi (Mantan Ketua Komisi II). Dua lainnya, mantan Sekretaris Dewan Beker Simon dan Mantan Bendahara Dewan Haironimah,” pungkasnya. (TIM)

HILANGNYA PAJAK ALAT BERAT MENGAKIBATKAN DAERAH KEHILANGAN MILIARAN RUPIAH


PALANGKA RAYA – BM
Kalimantan Tengah (Kalteng) merasa kehilangan miliaran rupiah dari Pajak Alat Berat yang tidak ditagih, karena banyaknya pemilik perusahaan perseorangan yang tidak melaporkan dan mengoperasikannya di lokasi yang terpencil yang sulit dijangkau petugas Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Kalteng.
Selain itu, menurut Kepala Dispenda Kalteng, Rusdiansyah Iden. Para pengusaha pertambangan mengaku enggan membayar pajak ke pemerintah daerah, lantaran tidak punya kewajiban membayar pajak ke daerah, karena membayar pajak alat berat hanya wajib kepada pemerintah pusat.
“Kendala (memungut pajak) pertambangan ada pada kebijakan di tingkat pusat dan ini tidak hanya terjadi di Kalteng tapi juga di daerah lain. Ada aturan yang di atas mereka pegang, sehingga cukup sulit memungut di sektor pertambangan,” ujar Rusdiansyah kepada sejumlah media ketika dimintai keterangan.
Dikemukakannya, kesulitan menagih tersebut berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalteng. Pasalnya, pajak dari sektor ini masih nol persen atau belum ada perusahaan pertambangan yang mau membayar.
Untuk sementara, jelasnya Dispenda mendapat pemasukan dari sektor pertambangan hanya dari dana perimbangan, yakni dari bagi hasil iuran tetap (landrent) dan iuran eksploitasi (royalty). “Hal itu sudah diatur dalam UU No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah serta diatur pula dalam PP No.55 tahun 2000,” katanya, seraya menambahkan, pungutan pajak alat berat merupakan kebijakan daerah.
Menyinggung penerimaan pajak alat berat dari sektor lain, Rusdiansyah mengatakan penerimaan pajak alat berat, hingga kini baru sekitar 60 persen yang masuk. Yakni dari sektor perkebunan dan kehutanan. “Kedua sektor ini juga masih banyak yang belum memenuhi kewajibannya membayar pajak alat berat,” ucapnya.
Meski demikian, timpal Rusdiansyah, pihaknya akan berupaya terus melakukan penagihan, sehingga keseluruhan dapat ditagih. “Kami juga akan terus mendesak agar perkebunan dan kehutanan membayar pajaknya, melalui koordinasi dengan kabupaten/kota”. Dia juga menambahkan, meningkatnya penerimaan pajak, berpengaruh pada peningkatan bagi hasil di daerah. Di Kalteng saat ini ada 3 daerah penyumbang PAD terbesar, yakni Palangka Raya, Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat.
“Target pendapatan tahun ini sekitar Rp 1,5 triliun. Namun, kami akan mengevaluasikan kembali target tersebut, pasalnya kondisi krisis global menyebabkan tingkat pencapaian target hingga april jauh dari yang diharapkan. Yakni, baru 24,83 persen dari target 33 persen,” dijelaskannya. (TIM)