YANG INDAH DARI AJARAN RAHASIA

Ada lebih dari cukup untuk setiap orang.....

Kamis, 04 Juni 2009

MENHUT JANGAN PERMAINKAN DAERAH

PALANGKA RAYA-BM

Janji berulang-ulang yang dilontarkan Mentri Kehutanan (Menhut) MS Kaban terkait penyelesaian RTRWP Kalteng mengundang rekasi keras dari anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Jihan LH. Bangkan. Terakhir Menhut berjanji, dengan Gubernur Kalteng, bulan Oktober 2009 RTRWP Kalteng sudah disahkan.
Menurut politisi kawakan Partai Golkar ini, pemerintah pusat dalam hal ini Menhut jangan sekali-kali mempermaikan Pemerintah Daerah Provinsi Kalteng, dengan janji-janji yang tidak pasti, oleh karenanya ia meminta kepastian penyelesaian sebelum masa tugas kabinet berakhir.
”Terkait dengan berlarut-larutnya pembahasan RTRWP oleh pemerintah pusat, apalagi dengan janji-janji yang berulangkali. Kami harapkan pemerintah pusat jangan mempermainkan pemerintah daerah. Oleh karena itu segera disahkan oleh pemerintah pusat agar segera di perdakan oleh DPRD Kalteng,” ujarnya, ketika ditemui diruang kerjanya, Senin (1/6) kemarin.
Dikemukakannya, RTRWP adalah salah satu landasan hukum pembangunan di Kalteng. Tanpa kejelasan tata ruang, pemrintah daerah mendapat kesulitan membangun Provinsi Kalteng, tak hanya itu investorpun sangat kesulitas menanamkan investasinya di Kelteng lantaran belum ada kejelasan status tata ruang wilayah.
”Sekali lagi saya tegaskan, pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan jangan sampai mempermainkan pemerintah daerah. Kalau memang tidak ada masalah lain terkait dengan pembahasan RTRWP tersebut, segera diselesaikan paling tidak sebelum masa tugas kabinet berakhir,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengutarakan, Kabinet sekarang jangan sekali-kali meninggalkan pekerjaan rumah, terutama terkait dengan RTRWP Kalteng. Kalau memang sudah selesai, segera disahkan dan diserahkan kembali ke Pemda Kalteng secepatnya.
”Harapan kami pengesahan RTRWP harus sebelum berakhirnya masa tugas kabinet. Demikian halnya untuk DPRD Provinsi Kalteng juga tidak meninggalkan pekerjaan rumah sebelum berakhir masa tugas. Sehingga meninggalkan tugas ke anggota dewan yang baru,” imbuhnya.
Dia menandaskan, dengan lambatnya pengesahan RTRWP Kalteng oleh Menhut seolah-olah DPRD Kalteng tidak bekerja dan tidak berupaya agar RTRWP segera disahkan. ”Sekalilagi saya tegaskan Kabinet yang ada ini jangan sekali-kali meninggalkan pekerjaan rumah terkait dengan RTRWP Kalteng. Sebab RTRWP ini sudah memakan waktu dan tenaga yang begitu besar. Kalteng sangat memerlukan keputusan dari pusat terkait RTRWP itu,” tansadnya.
Terkait dengan ancaman Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang yang akan ngeluruk ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan memboyong seluruh pejabat di se-Kalteng untuk meminta segera RTRWP Kalteng disahkan. Johan mendukung penuh.
”Kita juga mendukung bejikanan gubernur mendesak pemerintah pusat terkait penyelesaian RTRWP Kalteng. Sebab Perda RTRWP Kalteng itu sebenarnya tinggal diperdakan. Namun, sayangnya terkendala RTRWP sebgai lampiran Perda belum juga disahkan,” jelasnya.
Diakuinya, jadwal DPRD Kalteng saat ini memeng sudah tidak masuk pada agenda rapat paripurna pengesahan Perda RTRWP. Namun demikian, ia berharap RTRWP tersebut sudah disahkan oleh pusat dan sudah diserahkan ke Pemda Kalteng, dan anggota yang baru tinggal mengesahkannya saja.
”Kami harapkan sebelum bulan Agustus sudah ada keputusan dari pemerintah pusat. Sehingga anggota yang baru, tanpa membahasnya berulang-ulang kali, langsung kepokok pengesahan menjadi Perda RTRWP yang baru,” pungkasnya.
Johan menambahkan, akibat terkatung-katungnya pengesahan RTRWP ini, berdampak luas bagi pembangunan di Kalteng. Dia mencontohkan, Kota Palangka Raya, BPN tidak bisa mengeluarkan sertifikat tanah bagi masyarakat kota Palangka Raya.
”Sebagai contoh saja, di kota Palangka Raya banyak pengajuan minta tanahnya dikeluarkan sartifikat, karena terkendala RTRWP, hal tersebut tidak bisa dipenuhi oleh BPN. Jadi pemerintah harus melihat kepentingan masyarakat kecil, hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan menyangkut perlindungan hukum atas kekayaan tanah yang dimiliki masyarkat di Kalteng,” bebernya.
”Jangan hanya melihat kepentingan pengusaha besar saja, akan tetapi dipikirkan juga dampaknya terhadap masyarakat kecil, yang hingga saat ini belum mendapat sertifikat tanah, lantaran belum disahnya RTRWP Kalteng,” ucapnya menimpali. (TIM)

PENYELAMATAN INVESTASI DI KALTENG PERLU PERPU

PALANGKA RAYA - BM

Pemerintah perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) guna menyelamatkan sebagian investasi perkebunan di Kalimantan Tengah yang telanjur melakukan kegiatan dalam kawasan hutan.
``Perlu keberanian dari pemerintah melakukan terobosan hukum, khususnya untuk menjaga iklim investasi perkebunan dan pertambangan di daerah,’’ kata anggota Komisi IV DPR RI, Mukhtarudin, di Palangka Raya, Rabu (3/6).

Mukhtarudin merujuk Perpu serupa yang pernah dikeluarkan bagi 13 perusahaan yang boleh menambang secara terbuka di hutan lindung yakni Perpu Nomor 1 Tahun 2004 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008.

Payung hukum darurat semacam itu diperlukan untuk mengakomodasi kebuntuan investasi yang sedang dan telah berjalan di Kalteng, seperti perusahaan perkebunan yang tengah mengurus perizinan mulai dari izin prinsip hingga proses hak guna usaha (HGU).

Pada beberapa kasus, Mukhtarudin mencontohkan, sebagian perusahaan yang hampir mengantongi HGU kemungkinan lahannya tidak terakomodasi dalam rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng yang masih dibahas dan akan ditetapkan.

``Semula hutan produksi, lalu dengan payung hukum yang memungkinkan saat itu seperti proses pelepasan kawasan hutan, dilakukan pengurusan HGU. Tetapi saat RTRWP nanti keluar justru tidak terakomodir sehingga statusnya tetap hutan produksi,’’ katanya.

Selain itu, Perpu juga diharapkan dapat menyelamatkan investasi yang telah berjalan dalam kawasan lahan yang bermasalah, antara hutan dan nonhutan.

Mukhtarudin keberatan bila investasi di lahan yang bermasalah hanya memiliki satu kesempatan daur tanam selama 25 tahun, dan setelah itu diwajibkan membongkar kebun, mencabut sawit, membongkar pabrik, dan menghutankan kembali wilayahnya beserta ganti rugi dan lain sebagainya.

``Kondisi seperti itu tidak baik untuk iklim dunia usaha. Jadi harus ada kearifan menjaga iklim investasi, jangan sampai tata ruang selesai timbul masalah baru,’’ ujarnya.

Ia menilai, Perpu harus ada agar pengusaha dapat bekerja dengan ketentuan-ketentuan sehingga penegakan hukum tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa melihat dampak yang ditimbulkan.

Payung hukum darurat tersebut, ditegaskannya, hanya berlaku bagi invetasi yang menjadi korban karena perubahan regulasi, sedangkan investasi baru tetap harus mengikuti prosedur yang berlaku. (TIM)